Bab
I Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Negara
indonesia adalah negara yang kaya raya akan sumber daya alam maupun sumber daya
manusia.sumber daya manusia meliputi kebudayaan dan ilmu pengetahuan.pancasila
sendiri nilai-nilainya di ambil dari
nilai-nilai luhur yang sudah mengakar dan menjadi pedoman hidup bangsa
indonesia sejak sebelum kedatangan bangsa india maupun sampai dijajah oleh
bangsa barat nilai-nilai pancasila seakan masih mempunyai kesaktian.tapi
mengapa ketika anugerah kemerdekaan kita genggam kok malah nilai-nilai
pancasila tersebut luntur dari kehidupan bangsa indonesia.
sejak
masa orde lama dan orde baru semua kebijakan pemerintahan yang di ambil
berdasarkan nama pancasila tetapi kenyataan masyarakat indonesia semakin jauh
dari nilai-nilai pancasila yang sesungguhnya.disini setelah berakhirnya era
orde baru dan berganti ke era reformasi apakah pancasila masih menjadi falsafah
bangsa indonesia..? ditengah-tengah gempuran kapitalis,
sosialis,materialis,individualis.dimana kira-kira letak kesalahan bangsa
indonesia dalam menghayati dan meneruskan nilai-nilai luhur bangsa indonesia
yang sudah terangkum di dalam pancasila dan di mana posisi pancasila sekarang.
Dalam Pembukaan UUD ’45 menyatakan bahwa negara berkewajiban untuk melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan
bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.hal ini yang menjadi
dasar dari nilai-nilai luhur bangsa indonesia.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan pendahuluan diatas, maka
permasalahan makalah ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1.
Bagaimana pandangan pancasila di Indonesia dalam masa
reformasi?
2.
Bagaimana peran para pelaksana negara dalam
menjalankan dasar negara di setiap presiden
era reformasi?
C.
Maksud Tujuan Penulisan Makalah
Adapun yang menjadi tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk memperjelas peran pancasila didalam era
reformasi dan dijadikan sebagai bahan refleksi dalam menjalankan pancasila bagi
para pelaksana negara dewasa ini.
2.
Untuk menjelaskan peranan pancasila pada era sekarang
ini
3.
Untuk mendeskripsikan dan memperjelas penyimpangan
peran para pelaksana negara dalam menjalankan dasar Negara.
D.
Metode
Penulisan
Untuk mendapatkan data dan informasi yang di
perlukan, penulis mencari bahan dan sumber-sumber dari media masa elektronik
yang berjangkauan internasional yaitu, Internet dan beberapa buku yang di rasa
perlu.
Bab
II Isi
A. Pandangan
Pancasila di Era Reformasi
1.sekilas sejarah Pancasila
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apalagi manakala dikaji perkembangannya secara konstitusional terakhir ini dihadapkan pada situasi yang tidak kondusif sehingga kridibilitasnya menjadi diragukan, diperdebatkan, baik dalam wacana politis maupun akademis.Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia (Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu :
(1) Tahap 1945 – 1968 sebagai tahap politis,
Dimana orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada Nation and Character Building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul baik dalam maupun luar negeri, sehingga atmosfir politik sebagai panglima sangat dominan. Disisi lain pada masa ini muncul gerakan pengkajian ilmiah terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara misalnya oleh Notonagoro dan Driarkara. Kedua ilmuwan tersebut menyatakan bahwa Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan bahkan Pancasila merupakan suatu paham atau aliran filsafat Indonesia, dan ditegaskan bahwa Pancasila merupakan rumusan ilmiah filsafati tentang manusia dan realitas, sehingga Pancasila tidak lagi dijadikan alternatif melainkan menjadi suatu imperatif dan suatu philosophical concensus dengan komitmen transenden sebagai tali pengikat kesatuan dan persatuan dalam menyongsong kehidupan masa depan bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan Notonagoro menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan staatfundamental Norm yang tidak dapat diubah secara hukum oleh siapapun. Sebagai akibat dari keberhasilan mengatasi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar negeri, masa ini ditandai oleh kebijakan nasional yaitu menempatkan Pancasila sebagai asas tunggal.
(2) Tahap 1969 – 1994 sebagai tahap pembangunan ekonomi,
Yaitu upaya mengisi kemerdekaan melalui program-program ekonomi. Orientasi pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang ekonomi, akibatnya cenderung menjadikan ekonomi sebagai ideologi. Pada tahap ini pembangunan ekonomi menunjukkan keberhasilan secara spektakuler, walaupun bersamaan dengan itu muncul gejala ketidakmerataan dalam pembagian hasil pembangunan. Kesenjangan sosial merupakan fenomena yang dilematis dengan program penataran P4 yang selama itu dilaksanakan oleh pemerintah. keadaan ini semakin memprihatinkan setelah terjadinya gejala KKN dan Kroniisme yang nyata-nyata bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Bersamaan dengan itu perkembangan perpolitikan dunia, setelah hancurnya negara-negara komunis, lahirnya tiga raksasa kapitalisme dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Oleh karena itu Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya dihantui oleh supersifnya komunisme melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang aneksasinya kapitalisme, disamping menhadapi tantangan baru yaitu KKN dan kroniisme.
(3) Tahap 1995 – 2020 sebagai tahap repositioning Pancasila.
Karena dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di adab XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa orgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka mempertahankan jatidiri bangsa dan persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan nasional yang tidak menentu di era reformasi ini. Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat padanya.
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apalagi manakala dikaji perkembangannya secara konstitusional terakhir ini dihadapkan pada situasi yang tidak kondusif sehingga kridibilitasnya menjadi diragukan, diperdebatkan, baik dalam wacana politis maupun akademis.Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia (Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu :
(1) Tahap 1945 – 1968 sebagai tahap politis,
Dimana orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada Nation and Character Building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul baik dalam maupun luar negeri, sehingga atmosfir politik sebagai panglima sangat dominan. Disisi lain pada masa ini muncul gerakan pengkajian ilmiah terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara misalnya oleh Notonagoro dan Driarkara. Kedua ilmuwan tersebut menyatakan bahwa Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan bahkan Pancasila merupakan suatu paham atau aliran filsafat Indonesia, dan ditegaskan bahwa Pancasila merupakan rumusan ilmiah filsafati tentang manusia dan realitas, sehingga Pancasila tidak lagi dijadikan alternatif melainkan menjadi suatu imperatif dan suatu philosophical concensus dengan komitmen transenden sebagai tali pengikat kesatuan dan persatuan dalam menyongsong kehidupan masa depan bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan Notonagoro menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan staatfundamental Norm yang tidak dapat diubah secara hukum oleh siapapun. Sebagai akibat dari keberhasilan mengatasi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar negeri, masa ini ditandai oleh kebijakan nasional yaitu menempatkan Pancasila sebagai asas tunggal.
(2) Tahap 1969 – 1994 sebagai tahap pembangunan ekonomi,
Yaitu upaya mengisi kemerdekaan melalui program-program ekonomi. Orientasi pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang ekonomi, akibatnya cenderung menjadikan ekonomi sebagai ideologi. Pada tahap ini pembangunan ekonomi menunjukkan keberhasilan secara spektakuler, walaupun bersamaan dengan itu muncul gejala ketidakmerataan dalam pembagian hasil pembangunan. Kesenjangan sosial merupakan fenomena yang dilematis dengan program penataran P4 yang selama itu dilaksanakan oleh pemerintah. keadaan ini semakin memprihatinkan setelah terjadinya gejala KKN dan Kroniisme yang nyata-nyata bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Bersamaan dengan itu perkembangan perpolitikan dunia, setelah hancurnya negara-negara komunis, lahirnya tiga raksasa kapitalisme dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Oleh karena itu Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya dihantui oleh supersifnya komunisme melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang aneksasinya kapitalisme, disamping menhadapi tantangan baru yaitu KKN dan kroniisme.
(3) Tahap 1995 – 2020 sebagai tahap repositioning Pancasila.
Karena dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di adab XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa orgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka mempertahankan jatidiri bangsa dan persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan nasional yang tidak menentu di era reformasi ini. Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat padanya.
kondisi pancasila sekarang
Realitas dari pancasila kita sekarang adalah nilai-nilai yang terkandung didalamnya dikonkritisasikan sebagai ceminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat “sein im sollen dan sollen im sein”.
Idealitasnya bahwa idelisme yang terkandung didalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobyektifitasikan sebagai akta kerja untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif menuju hari esok yang lebih baik.
Fleksibilitasnya dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan mendeg dalam kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan terbuka bagi tafsi-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang, dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara dengan jiwa semangat Bhinneka Tunggal Ika. Reposisi Pancasila sebagai dasar negara harus diarahkan pada pembinaan dan pengembangan moral, sehingga moralitas Pancasila dapat dijadikan dasar dan arah untuk mengatasi krisis dan disintegrasi. Moralitas Pancasila harus disertai penegakkan (supremasi) hukum.
Penahapan ini memang tampak berbeda lazimnya para pakar hukum ketatanegaraan melakukan penahapan perkembangan Pancasila Dasar Negara yaitu :
(1) 1945 – 1949 masa Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama ;
(2) 1949 – 1950 masa konstitusi RIS ;
(3) 1950 – 1959 masa UUDS 1950 ;
(4) 1959 – 1965 masa orde lama ;
(5) 1966 – 1998 masa orde baru dan
(6) 1998 – sekarang masa reformasi.
Hal ini patut dipahami, karena adanya perbedaan pendekatan, yaitu dari segi politik dan dari segi hukum.
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan vitalnya. Sebab utamannya sudah umum kita ketahui, karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari kedirian bangsa ini, Pancasila harus tetap sebagai ideologi kebangsaan. Pancasila harus tetap menjadi dasar dari penuntasan persoalan kebangsaan yang kompleks seperti globalisasi yang selalu mendikte, krisis ekonomi yang belum terlihat penyelesaiannya, dinamika politik lokal yang berpotensi disintegrasi, dan segregasi sosial dan konflik komunalisme yang masih rawan. Kelihatannya, yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Di era reformasi ini ada gejala Pancasila ikut “terdeskreditkan” sebagai bagian dari pengalaman masa lalu yang buruk. Sebagai suatu konsepsi politik Pancasila pernah dipakai sebagai legitimasi ideologis dalam membenarkan negara Orde Baru dengan segala sepak terjangnya. Sungguh suatu ironi sampai muncul kesan di masa lalu bahwa mengkritik pemerintahan Orde Baru dianggap “anti Pancasila“.
Jadi sulit untuk dielakkan jika ekarang ini muncul pendeskreditan atas Pancasila. Pancasila ikut disalahkan dan menjadi sebab kehancuran. Orang gamang untuk berbicara Pancasila dan merasa tidak perlu untuk membicarakannya. Bahkan bisa jadi orang yang berbicara Pancasila dianggap ingin kembali ke masa lalu. Anak muda menampakkan kealpaan bahkan phobia-nya apabila berhubungan dengan Pancasila. Salah satunya ditunjukkan dari pernyataan Ketua Umum Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Indonesia M Danial Nafis pada penutupan Kongres I GMPI di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin, 3 Maret 2008 bahwa kaum muda yang diharapkan menjadi penerus kepemimpinan bangsa ternyata abai dengan Pancasila. Pernyataan ini didasarkan pada hasil survey yang dilakukan oleh aktivis gerakan nasionalis tersebut pada 2006 bahwa sebanyak 80 persen mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Sebanyak 15,5 persen responden memilih aliran sosialisme dengan berbagai varian sebagai acuan hidup dan hanya 4,5 persen responden yang masih memandang Pancasila tetap layak sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara.
Di sisi lain, rezim reformasi sekarang ini juga menampakkan diri untuk “malu-malu” terhadap Pancasila. Jika kita simak kebijakan yang dikeluarkan ataupun berbagai pernyataan dari pejabat negara, mereka tidak pernah lagi mengikutkan kata-kata Pancasila. Hal ini jauh berbeda dengan masa Orde Baru yang hampir setiap pernyataan pejabatnya menyertakan kata – kata Pancasila Menarik sekali pertanyaan yang dikemukakan Peter Lewuk yaitu apakah Rezim Reformasi ini masih memiliki konsistensi dan komitmen terhadap Pancasila? Dinyatakan bahwa Rezim Reformasi tampaknya ogah dan alergi bicara tentang Pancasila. Mungkin Rezim Reformasi mempunyai cara sendiri mempraktikkan Pancasila. Rezim ini tidak ingin dinilai melakukan indoktrinasi Pancasila dan tidak ingin menjadi seperti dua rezim sebelumnya yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi kekuasaan. untuk melegitimasikan kelanggengan otoritarianisme Orde Lama dan otoritarianisme Orde Baru Saat ini orang mulai sedikit- demi sedikit membicarakan kembali Pancasila dan menjadikannya sebagai wacana publik. Beberapa istilah baru diperkenalkan untuk melihat kembali Pancasila. Kuntowijoyo memberikan pemahaman baru yang dinamakan radikalisasi Pancasila.
Sesungguhnya jika dikatakan bahwa rezim sekarang alergi terhadap Pancasila tidak sepenuhnya benar. Pernyataan tegas dari negara mengenai Pancasila menurut penulis dewasa ini adalah dikeluarkannya ketetapan MPR No XVIII/ MPR /1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No II / MPR / 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai dasar Negara. Pada pasal 1 Ketetapan tersebut dinyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Dokumen kenegaraan lainnya adalah Peraturan Presiden No 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Salah satu kutipan dari dokumen tersebut menyatakan bahwa dalam rangka Strategi Penataan Kembali Indonesia, bangsa Indonesia ke depan perlu secara bersama-sama memastikan Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 tidak lagi diperdebatkan. Untuk memperkuat pernyataan ini, Presiden Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada salah satu bagian pidatonya yang bertajuk "Menata Kembali Kerangka Kehidupan Bernegara Berdasarkan Pancasila" dalam rangka 61 tahun hari lahir Pancasila meminta semua pihak untuk menghentikan perdebatan tentang Pancasila sebagai dasar negara, karena berdasarkan Tap MPR No XVIII /MPR/1998, telah menetapkan secara prinsip Pancasila sebagai dasar negara.
Berdasar uraian di atas menunjukkan bahwa di era reformasi ini elemen masyarakat bangsa tetap menginginkan Pancasila meskipun dalam pemaknaan yang berbeda dari orde sebelumnya. Demikian pula negara atau rezim yang berkuasa tetap menempatkan Pancasila dalam bangunan negara Indonesia. Selanjutnya juga keinginan menjalankan Pancasila ini dalam praktek kehidupan bernegara atau lazim dinyatakan dengan istilah melaksanakan Pancasila. Justru dengan demikian memunculkan masalah yang menarik yaitu bagaimana melaksanakan Pancasila itu dalam kehidupan bernegara ini.
Pelaksanaan Pancasila di Era Reformasi
Terlepas dari kenyataan yang ada, gerakan reformasi sebagai upaya memperbaiki kehidupan bangsa Indonesia ini harus dibayar mahal, terutama yang berkaitan dengan dampak politik, ekonomi, sosial, dan terutama kemanusiaan. Para elite politik cenderung hanya memanfaatkan gelombang reformasi ini guna meraih kekuasaan sehingga tidak mengherankan apabila banyak terjadi perbenturan kepentingan politik. Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan. Banyaknya korban jiwa dari anak-anak bangsa dan rakyat kecil yang tidak berdosa merupakan dampak dari benturan kepentingan politik. Tragedi “amuk masa” di Jakarta, Tangerang, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, serta daerah-daerah lainnya merupakan bukti mahalnya sebuah perubahan. Dari peristiwa-peristiwa tersebut, nampak sekali bahwa bangsa Indonesia sudah berada di ambang krisis degradasi moral dan ancaman disintegrasi.
Kondisi sosial politik ini diperburuk oleh kondisi ekonomi yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Sektor riil sudah tidak berdaya sebagaimana dapat dilihat dari banyaknya perusahaan maupun perbankan yang gulung tikar dan dengan sendirinya akan diikuti dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah pengangguran yang tinggi terus bertambah seiring dengan PHK sejumlah tenaga kerja potensial. Masyarakat kecil benar-benar menjerit karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kondisi ini diperparah dengan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, serta harga bahan kebutuhan pokok lainnya. Upaya pemerintah untuk mengurangi beban masyarakat dengan menyediakan dana sosial belum dapat dikatakan efektif karena masih banyak terjadi penyimpangan dalam proses penyalurannya. Ironisnya kalangan elite politik dan pelaku politik seakan tidak peduli dan bergaming akan jeritan kemanusiaan tersebut.
Di balik keterpurukan tersebut, bangsa Indonesia masih memiliki suatu keyakinan bahwa krisis multidimensional itu dapat ditangani sehingga kehidupan masyarakat akan menjadi lebih baik. Apakah yang dasar keyakinan tersebut? Ada beberapa kenyataan yang dapat menjadi landasan bagi bangsa Indonesia dalam memperbaiki kehidupannya, seperti:
1) adanya nilai-nilai luhur yang berakar pada pandangan hidup bangsa Indonesia.
2) adanya kekayaan yang belum dikelola secara optimal
3) adanya kemauan politik untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
B.
Peran Para Pelaksana Negara Dalam
Menjalankan Dasar Negara di Setiap Periode Era Reformasi
Pancasila di Era BJ. Habibie
Baiknya program pembangunan yang diagung-agungkan oleh Presiden
Soeharto dibawah kepemimpinannya di masa Orde Baru tidaklah mencerminkan apa
yang sebenarnya terjadi di dalam tubuh kepemerintahan Indonesia. Segala aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara yang dari luar tampak stabil sangatlah
bertolak belakang dengan praktik-praktik yang terjadi di dalamnya. Terdapat
banyak kebobrokan baik dari segi sistem pemerintahan maupun ketatanegaraan yang
konon katanya menganut paham demokrasi.
Dalam praktiknya di masa ini, banyak aspirasi dan kritik rakyat
yang mengomentari sistem kepemerintahan malah dibekukan malah akan dijerat oleh
undang-undang subversi bagi siapa yang bersikukuh menyuarakan suara hatinya
dengan undang-undang subversi (UU no 11/PNPS/1963 Tentang pemberantasan
kegiatan subversi) dan dicap sebagai pembangkang atau dituduh sebagai antek
PKI. Bahkan kebebasan pers terancam dimasa ini dengan adanya pencabutan SIUPP
berdasarkan Permenpen no 01/1984 tentang Surat Izin Penerbitan Pers.
Melihat kondisi yang semakin memburuk, rakyat Indonesia mau
tidak mau harus bangkit dari tidur panjangnya selama 32 tahun. Mereka menyikapi
keadaan ini dengan gerakan reformasi di segala bidang. Pada dasarnya gerakan
reformasi ini memiliki tujuan yang sederhana yaitu memperbaiki kinerja
pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto dan memperbaiki kehidupan
sosial politik yang dianggap telah menyimpang dari nilai-nilai dasar yang
terkandung dalam Pancasila. Namun dalam perkembangannya, perubahan-perubahan
yang terjadi selama era reformasi sudah memasuki substansi yang sangat mendasar
sifatnya. Amandemen itu merupakan implikasi dari gerakan reformasi. Namun perlu
disadari bahwa dalam amandemen tersebut ada 4(empat) persoalan yang perlu
dicermati agar tidak mengalami perubahan, yaitu:
Pembukaan UUD 1945.
Bahwa sesungguhnya
Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan
peri-keadilan. Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat
Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,
maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada
itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan
Kerakyatam yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Kedaulatan ada ditangan
rakyat, dan
Pasal 29 UUD 1945.
BAB XI
AGAMA
Pasal 29
(1) Negara berdasar
atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Penyelewengan masa Orde
Baru pada akhirnya berakibat pada gelombang besar reformasi yang telah berhasil
menggulingkkan kekuatan Orde Baru, Mei 1997, dengan turunnya Soeharto dari
kursi kepresidenan setelah 32 tahun menjadi presiden. Munculnya reformasi
seolah menandai adanya jaman baru bagi perkembangan perpolitikan nasional
sebagai anti-tesis dari Orde Baru yang dikatakan sebagai pemerintahan korup dan
menindas, dengan konformitas ideologinya. Pada era ini, kemudian berkembang
secara pesat keinginan untuk ‘mengkhayalkan’ terbentuknya masyarakat sipil yang
demokratis dan berkeadilan sosial, tanpa kooptasi penuh dari negara.
Persoalannya adalah justru lepas kendalinya kekuatan masyarakat sipil dari
‘kooptasi’ negara secara bebas dari awal dari tragedi besar dan konflik-konflik
berkepanjangan yang menandai munculnya jaman baru tersebut. Tampaknya era ini
seperti mengulang problem perdebatan ideologis yang terjadi pada era Orde Lama,
dan awal Orde Baru yang berakhir dengan instabilitas politik dan ekonomi secara
mendasar. Jatuhnya Orde Baru yang sejak awal mengidentifikasikan sebagai
–satu-satunya- pendukung Pancasila, seolah menandai munculnya
pertanyaan-pertanyaan mendasar atas kekuatan Pancasila sebagai sebuah ideologi.
Reformasi yang dimotori oleh para mahasiswa ini memiliki agenda
pertama yaitu menurunkan Soeharto dan kroninya dari tampuk pemerintahan.
Gerakan mahasiswa ini berjalan secara simultan hampir di semua kota di
Indonesia tetapi berpusat di Jakarta. pada tanggal 13-15 Mei terjadi peristiwa
penembakan mahasiswa yang dikenal dengan “Tragedi Semanggi” yang diikuti dengan
kerusuhan berunsur Sara disertai penjarahan yang mengakibatkan jatuhnya banyak
korban dan kerugian yang tak terhitung. Kejadian penembakan terulang kembali
saat para mahasiswa yang sedang berdemonstrasi bentrok dengan aparat yang
mencegah mereka keluar dari lingkungan kampus.
Puncak dari semua itu adalah pendudukan gedung MPR/DPR oleh
para mahasiswa yang menuntut Soeharto untuk mundur dari jabatannya sebagai
presiden selama hampir 32 tahun. Soeharto secara resmi mengumumkan pengunduran
dirinya pada tanggal 20 Mei 1998. Jabatan presiden dilimpahkan kepada B.J.
Habibie yang disumpah pada tanggal 21 Mei 1998. Sejak saat itulah Orde Reformasi
dan babak baru perkembagan demokrasi di Indonesia dimulai.
Kebijakan Habibie yang
dilaksanakan pada 22 Mei 1998 antara lain:
Habibie mengumumkan
susunan "Kabinet Reformasi".
Letjen Prabowo
Subiyanto dicopot dari jabatan Panglima Kostrad.
Di Gedung DPR/MPR,
bentrokan hampir terjadi antara pendukung Habibie yang memakai simbol-simbol
dan atribut keagamaan dengan mahasiswa yang masih bertahan di Gedung DPR/MPR.
Mahasiswa menganggap bahwa Habibie masih tetap bagian dari Rezim Orde Baru.
Tentara mengevakuasi mahasiswa dari Gedung DPR/MPR ke Universitas Atma Jaya.
Masa pemerintahan
Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional
untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga
melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.Kejadian
penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan
Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnya
wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999.
Keputusan tersebut
terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa
pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam dalam
sejarah Indonesia.
Pancasila di Era KH. Abdurrahman
Wahid
Pada pemilu yang diselenggarakan pada 1999 (lihat: Pemilu
1999), partai PDI-P pimpinan Megawati Soekarnoputri berhasil meraih suara
terbanyak (sekitar 35%). Tetapi karena jabatan presiden masih dipilih oleh MPR
saat itu, Megawati tidak secara langsung menjadi presiden. Abdurrahman Wahid,
pemimpin PKB, partai dengan suara terbanyak kedua saat itu, terpilih kemudian
sebagai presiden Indonesia ke-4. Megawati sendiri dipilih Gus Dur sebagai wakil
presiden.
Masa pemerintahan
Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme yang makin berkembang
di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan Abdurrahman Wahid yang
ditentang oleh MPR/DPR.
Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR
dan meminta Gus Dur untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi. Di bawah tekanan
yang besar, Abdurrahman Wahid lalu mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada
wakil presiden Megawati Soekarnoputri.Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli
2001, Megawati secara resmi diumumkan menjadi Presiden Indonesia ke-5.
Pancasila di Era Megawati Soekarno
Putri
Megawati dilantik di
tengah harapan akan membawa perubahan kepada Indonesia karena merupakan putri
presiden pertama Indonesia, Soekarno.Meski ekonomi Indonesia mengalami banyak
perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah yang lebih stabil, namun Indonesia
pada masa pemerintahannya tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam
bidang-bidang lain.
Popularitas Megawati yang awalnya tinggi di mata masyarakat
Indonesia, menurun seiring dengan waktu. Hal ini ditambah dengan sikapnya yang jarang
berkomunikasi dengan masyarakat sehingga mungkin membuatnya dianggap sebagai
pemimpin yang 'dingin'.
Megawati menyatakan pemerintahannya berhasil dalam memulihkan
ekonomi Indonesia, dan pada 2004, maju ke Pemilu 2004 dengan harapan untuk
mempertahankan kekuasaannya sebagai presiden.Pada tahun 2004, Indonesia
menyelenggarakan pemilu presiden secara langsung pertamanya. Ujian berat
dihadapi Megawati untuk membuktikan bahwa dirinya masih bisa diterima mayoritas
penduduk Indonesia. Dalam kampanye, seorang calon dari partai baru bernama
Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, muncul sebagai saingan yang hebat
baginya.
Partai Demokrat yang sebelumnya kurang dikenal, menarik
perhatian masyarakat dengan pimpinannya, Yudhoyono, yang karismatik dan menjanjikan
perubahan kepada Indonesia. Karisma Yudhoyono berhasil menarik hati mayoritas
pemilih dan Demokrat memenangkan pemilu legislatif pada awal 2004, yang diikuti
kemenangan Yudhoyono pada pemilihan presiden.
Pancasila di Era Susilo Bambang
Yudhoyono
Pada era SBY-JK 2004 – 2009 pelaksanaan agama banyak
ditinggalkan sehingga banyak muncul aliran-aliran sesat di negara RI.
Kemunculannya tidak dalam bentuk semabunyi-sembunyi namun dengan
terang-terangan. Sehingga menjadikan kekawatirn di masyarakat akan agama yang
disampaikan oleh orang per orang kepada mereka tanpa mereka ketahui orangnya
ataupun mereka ketahui.Banyak terjadi kemarahan massa ditempat-tempat diadakannya
ajaran sesat karena kelambatan pemerintah dalam menangani kegiatan dari
ajaran-ajaran sesat yang sudah mendeklarasikan diri dii dalam masyarakat. Dalam
era reformasi era SBY-JK merupakan era yang paling banyak terjadi pergolakan
massa rakyat dengan korban jiwa, paling banyak korban kecelakaan atau bencana,
dan paling banyak kelaparan dan antriannya.Pada era SBY rakyat dijadikan subjek
untuk melaksanakan keputusan pemerintah, setiap kali kenaikan BBM rakyat antri
untuk mendapatkan BBM, Pemerintah ragu bahwa pemerintah daerah, dusun/rt bisa
melakukan pelayanan kepada rakyatnya.Pembagian BLT rakyat kembali menjadi
subjek diminta antri, dengan korban jiwa yang tidak sedikit atau lebih dari 2.
Rakyat yang sudah antri dan meninggal dalam antrian tidak diberikan
hak-haknya sebagai orang yang menjadi subjek kebijakan pemerintah. Subjek dalam
kebijakan pemerintah adalah pelaku kebijakan, yang tanpa adanya subjek tersebut
kebijakan tidak akan berjalan. Tanpa rakyat penerima BLT ikhlas mengantri,
kebijakan pemberian BLT menurut cara SBY-JK tidak akan berjalan. Sehingga
hak-haknya sebagai subjek kebijakan pemerintah harus dipenuhi oleh Pemerintah,
entah dalam bentuk santunan atau jaminan hidup bagi keluarga yang ditinggal.
Konsekuensi-konsekuensi kebijakan pemerintah dalam era SBY-JK
tidak berjalan, “target tercapai selesai”. Sehingga setiap kali kebijakan sudah
berjalan dan selesai masih menyisakan permasalahan-permasalahan.Penanggulangan
Bencana di Aceh, Sidoarjo, dll sampai sekarang masih meninggalkan permasalahan
bahkan tidak selesai.Pemerintahan ini seperti boneka, mereka berjalan sesuai
dengan programnya saja, diluar program yang ada boneka ini tidak bisa
menjalankannya.Bencana yang ada di Indonesia lebih banyak didanai dan dibantu
oleh negara-negara tetangga, yang hal ini bukan merupakan keberhasilan SBY-JK
bisa mendatangkan negara-negara tetangga membantu RI.Justru jika SBY-JK tidak
bisa berbuat baik kepada negara tetangga seperti presiden-presiden sebelumnya
dia akan dimusuhi oleh rakyat.
Karena dalam amanah proklamasi kemerdekaan di UUD 45 Indonesia
merdeka untuk memajukan kepentingan umum, ikut melaksanakan ketertiban dunia
dan juga menghapuskan penjajahan di atas dunia.Pemerintahan SBY-JK sudah
berakhir dan tidak salah pernyataan diatas mereka meninggalkan
permasalahan.Secara logika orang yang membuat masalah (problem maker) bukan
penyelesai masalah (solven maker), jadi permasalahan-permasalahan yang
ditinggalkan butuh solusi dari orang lain.
Kasus terakhir setelah terpilihnya SBY-Boediono adalah sisa permasalahn
perbankkan. Dimana banyak nasabah Bank Century yang tidak kebagian ganti rugi
yang telah dikucurkan pemerintah. Bahkan ada beberapa nasabah yang sudah
mengakhiri hidupnya gara-gara tidak kuat menanggungbeban hidup di era
SBY-Boediono ini.Dan yang terbaru adalah gerakan massa menuntuk SBY-Boediono
mundur.
Bab III kesimpulan
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam
konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki
agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya
memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apalagi
manakala dikaji perkembangannya secara konstitusional terakhir ini dihadapkan
pada situasi yang tidak kondusif sehingga kridibilitasnya menjadi diragukan,
diperdebatkan, baik dalam wacana politis maupun akademis.
1. Sebagai Paradigma
Ketatanegaraan
Pancasila sebagai
paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir atau pola
berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai landasa
kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini berarti, bahwa setiap gerak langkah
bangsa dan negara Indonesia harus selalu dilandasi oleh sila-sila yang terdapat
dalam Pancasila. Sebagai negara hukum setiap perbuatan, baik dari warga masyarakat
maupun dari pejabat-pejabat dan jabatan-jabatan harus berdasarkan hukum, baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam pengembangan
hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk
tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila Pancasila.
Sekurang-kurangnya, substansi produk hukumnya tidak bertentangan dengan
sila-sila Pancasila.
2. Sebagai Paradigma
Pembangunan Nasional Bidang Sosial Politik
Pancasila sebagai
paradigma pembangunan bidang sosial politik mengandung arti bahwa nilai-nilai
Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka di implementasikan sbb :
Penerapan dan
pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan
ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
Mementingkan
kepentingan rakyat / demokrasi dalam pemgambilan keputusan.
Melaksanakan keadilan
sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan
kesatuan.
Dalam pelaksanaan
pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan
berada.
Tidak dapat tidak,
nilai-nilai keadilan, kejujuran (yang menghasilkan) dan toleransi bersumber
pada nilai ke Tuhanan Yang Maha Esa.
3. Sebagai Paradigma
Pembangunan Nasional Bidang Ekonomi
Pancasila sebagai
paradigma nasional bidang ekonomi mengandung pengertian bagaimana suatu
falsafah itu diimplementasikan secara riil dan sistematis dalam kehidupan
nyata.
4. Sebagai Paradigma
Pembangunan Nasional Bidang Kebudayaan
Pancasila sebagai
paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan mengandung pengertian bahwa
Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana pembangunan kebudayaan sebagai
sarana pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu smeboyan
Bhinneka Tunggal Ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut pembangunan kebudayaan
bangsa hendaknya menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional sangat
diperlukan sebagai landasan media sosial yang memperkuat persatuan. Dalam hal
ini bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.
5. Sebagai Paradigma
Pembangunan Nasional Bidang Hankam
Dengan berakhirnya
peran sosial politik, maka paradigma baru TNI terus diaktualisasikan untuk
menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan peran sosial politiknya atau
mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem
nasion
6. Sebagai Paradigma
Ilmu Pengetahuan
Dengan memasukai kawasan filsafat ilmu (philosophy of science)
ilmu pengetahuan yang diletakkan diatas pancasila sebagai paradigmanya perlu
difahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis,
epistomologis, dan aksiologis. Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan
aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari
dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu pengetahuan harus dipandang secara
utuh, dalam dimensinya sebagai masyarakat, sebagai proses, dan sebagai produk.
Sebagai masyarakat menunjukan adanya suatu academic community yang akan dalam
hidup kesehariannya para warganya mempunyai concerm untuk terus menerus
menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Sebagai proses menggambarkan suatu
aktivitas warga masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi,
refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan
menemukan kebenaran dan kenyataan. Sebagai produk, adanya hasil yang diperoleh
melalui proses, yang berwujud karya-karya ilmiah beserta aplikasinya yang
berwujud fisik ataupun non fisik.
Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang
terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan dasar dan
arah didalam pengembangan ilmu pengetahuan ; yang parameter kebenaran serta
kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya adalah nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila itu sendiri. Aksilogi yaitu bahwa dengan menggunakan
epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan efek pengemabgnan ilmu pengetahuan
secara negatif tidak bertentangan dengan Pancasila dan secara positif mendukung
atau mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila. Lebih dari itu, dengan penggunaan
Pancasila sebagai paradigma, merupakan keharusan bahwa Pancasila harus dipahami
secara benar, karena pada gilirannya nilai-nilai Pancasila kita jadikan
asumsi-asumsi dasar bagi pemahaman di bidang otologis, epistemologis, dan
aksiologisnya.
DAFTAR PUSTAKA:
Pokok-pokok
materi: Sejarah Perjungan Bangsa Indonesia , Semarang. --------, 1998
P. J.
Suwarno, Pancasila budaya bangsa
Indonesia, jakarta: penerbit Kanisius, 2008.
Siswanto,
Joko, ABC PANCASILA, Yogyakarta:
Badan Penerbitan Filsafat UGM, 2006.
Hisyam,
Muhammad, Krisis masa kini dan orde Baru,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.