GAMBARAN UMUM FILSAFAT BARAT PRAMODERN
Mata
kuliah:sejarah filsafat barat pramodern
Dosen:
Dr.Armaidy
Armawi,M.Si.
Oleh : 1.
AHMAD YANI FATHUR ROHMAN/349465
2.
SATRIYANDANA/349618
3.
ISMI FAUZIA NOORAIDHA/347020
4.
DEA DEZELLYNDA M.R/347708
PROGRAM STUDI ILMU FILSAFAT
FAKULTAS FILSAFAT
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga tersusunnya tugas makalah ini.
Pengembangan pembelajaran dari materi yang ada pada makalah ini dapat senantiasa dilakukan oleh mahasiswa dan mahasisiwi dengan tetap dalam bimbingan dosen. Upaya ini diharapkan dapat lebih mengoptimalkan penguasaan mahasiswa terhadap kompetensi yang di persyaratkan.
Dalam penyusunan makalah secara garis besar terbagi menjadi 3 bahasan pokok,bahasan pertama mengenai pengertian filsafat dan fulsafat barat pramodern,di bahasan kedua mengenai periodesasi,dan bahasan terakhir mengenai corak filsafat setiap periode.
Dalam tugas makalah initentunya masih banyak kekurangannya, untuk itu penyusun mengharapkan tegur, sapa, atau kritik demi perbaikan yang akan datang.
Akhirnya penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
PENGERTIAN
Diantara semua sejarah,tak ada yang begitu
mencengangkan atau begitu sulit diterangkan selain lahirnya peradaban di Yunani
secara mendadak. memang banyak unsur peradaban yang telah ada ribuan tahun di Mesir
dan Mesopotamia, dan yang kemudian menyebar ke negeri-negeri sekitarnya.namun
unsur-unsur tertentu belum utuh sampai kemudian bangsa yunani lah yang
menyempurnakannya.
Pengertian filsafat barat pramodern: Adalah Filsafat
yang mempelajari kefilsafatan dunia barat (benua eropa) dimulai dari masa
thales sampai masa munculnya descartes.mengapa Descartes dibuat pemisah antara
filsafat pramodern menuju filsafat modern?....karena Descartes meletakkan
dasar-dasar kepastian fundamental dari eksistensi diri dan
pemikiran-pemikirannya.setelah Descartes muncullah filsuf-filsuf hebat seperti: Berkeley,kant dll.
Kata filsafat berasal dari kata yunani Fhilosofia
yang diambil dari kata kerja dari filosofein yang mempunyai arti
mencintai kebijaksanaan sedangkan seorang filsuf adalah orang yang sedang
mencari kebijaksanaan.
Pengertian
tentang filsuf yang demikian itu berbeda sekali dengan pengertian fisafat di
timur, contohnya di India. Orang yang dianggap bijaksana yaitu orang yang
mengetahui dirinya sendiri yang disebut dengan istilah ‘brahman’ atau ‘atman’
yang bila diartikan lebih panjang berarti orang yang telah mencapai, telah
meraih, memiliki kebijaksanaan, bukan orang yang sedang berusaha mendapatkan
kebijaksanaan. Hal ini bertentangan dengan filsafat barat.sedangkan arti ‘orang
bijak’ menurut orang cina yaitu orang yang telah mengetahui arti tau secara
mendalam.
Diantara
definisi filsafat yang bermacam macam itu dapat disimpulkan bahwa filsafat
adalah: usaha manusia dengan akalnya untuk memperoleh suatu pandangan dunia dan
hidup yang memuaskan hati.
PERIODESASI
Periode sejarah filsafat barat pra- modern dapat
dikelompokan menjadi 4 periode
Yaitu:
1.
Periode filsafat pra Socrates
2.
Periode filsafat Socrates, Plato, dan Aristoteles
3.
Peiode filsafat helenis-Romawi
4.
Periode filsafat abad pertengahan.
Filsafat dilahirkan karena kemenangan akal atas
dongeng-dongeng atau mite-mite yang diterima dari agama, yang memberitahukan
asal mula segala sesuatu baik dunia maupun manusia. Awal pergumulan akal dengan
mite-mite itu terjadi pada kira-kira abad ke 6 SM. Contoh sebuah peristiwa
terjadinya pelangi oleh orang yunani itu dianggap tempat turunnya dewa atau
dewi dari surga, kemudian pendapat ini dibantah oleh Xenophanes dengan
berargumen bahwa pelangi adalah awan sedangkan Anaxagoras berpendapat bahwa
pelangi adalah pemantulan matahari pada awan.
Para
pemikir filsafati yang pertama hidup di Miletos,
kira-kira pada abad ke 6 SM. Para filsuf-filsuf tersebut yang mereka
pikirkan yaitu mengenai kejadian alam dan hal-hala yang diakibatkan oleh alam.
Para filsuf periode pertama atau jaman pra - Socrates adalah :
A. PERIODE PRA SOKRATES
1. Thales (635-545 SM)
Dalam sejarah filsafat, Thales dijuluki sebagai filsuf Yunani pertama. Keterangan tentang Thales banyak berasal dari Aristoteles. Thales berusaha menjawab pertanyaan: apa asal-usul segala sesuatu. Menurut Thales, bahan dasar dari segala sesuatu adalah air. Ia termasuk orang yang disebut 7 orang bijak pada waktu itu ( ke tujuh orang bijak itu adalah: Thales dari miletos, bias dari prene, pittakos dari mytilene, soloon dari Athena, kleoboulos dari lindos, khiloon dari Sparta dan periandros dari korinthos
2. Anaximandros (611-545 SM)Dalam sejarah filsafat, Thales dijuluki sebagai filsuf Yunani pertama. Keterangan tentang Thales banyak berasal dari Aristoteles. Thales berusaha menjawab pertanyaan: apa asal-usul segala sesuatu. Menurut Thales, bahan dasar dari segala sesuatu adalah air. Ia termasuk orang yang disebut 7 orang bijak pada waktu itu ( ke tujuh orang bijak itu adalah: Thales dari miletos, bias dari prene, pittakos dari mytilene, soloon dari Athena, kleoboulos dari lindos, khiloon dari Sparta dan periandros dari korinthos
Anaximandros adalah teman sejawat Thales. Dia juga mencari jawaban atas pertanyaan sama yang menggugah Thales. Tapi menurut dia. Prinsip pertama dan utama itu tidak mungkin air seperti yang dikatakan Thales. Menurut dia, prinsip pertama dari segala benda adalah to aperion (yang brarti substandi yang tak terbatas). To aperion itu kekal dan tak dimakan usia, itulah yang merangkum seluruh jagad.
3. Anaximenes (588-524 SM)
Menurut Anaximenes, prinsip dasar segala sesuatu adalah udara. Udara adalah prinsip kehidupan. “sebagaimana halnya jiwa kita, yakni udara, mempersatukan kita, demikian juga nafas dan udara merangkul seluruh dunia,” kata anximenes. Jadi, udara adalah prinsip dasar (Urstoff) dari dunia.
4. Pythagoras (580-500 SM)
Pythagoras mendirikan sebuah tarekat keagamaan di Kroton, Italia Selatan. Pythaghoras dijuluki “pemimpin dan Bapak Filsafat Ilahi”. Pythagoras mengajarkan bahwa jiwa itu kekal, dan dapat berpindah-pindah. Sesudah kematian, jiwa berpindah kepada hewan, dan begitu seterusnya. Menurutnya prinsip dari segala-galanya adalah matematika, semua benda dapat dihitung dengan angka, dan kita dapat mengekspresikan banyak hal dengan angka-angka.
5. Xenophanes (570-480 SM)
Xenophanes bukan filsuf, tetapi seorang pemikir yang kritis. Xenophanes menolak anthropomorfisme allah-allah. Ia berpendapat bahwa Allah bersifat kekal. Dia menolak anggapan bahwa Allah dilahirkan. Maka dapat disimpulkan bahwa menurut dia, Allah tidak memiliki permulaan.
6. Herocleitos (540-475 SM)
Ia memandang rendah orang-orang kebanyakan. Bahkan orang-orang ternama masa sebelumnya, tidak dihargainya. Di bidang agama, ia tidak menghargai misteri-misteri. Ia mengajarkan pandangan panteistik tentang Allah. Ajarannya dikenal dengan panta rei. Artinya, segala sesuatu mengalir.
B. PERIODE SOCRATES, PLATO, DAN ARISTOTELES
Socrates
lahir di Athena 470 S.M – 399 S.M, dia bukan keturunan bangsawan atau orang
berkedudukan tinggi. Melainkan anak dari seorang pemahat bernama Sophroniscus
dan ibunya seorang bidan bernama Phaenarete. Socrates mempunyai kepribadian
yang sabar, rendah hati, yang selalu menyatakan dirinya bodoh. Badannya tidak
gagah sebagi biasanya sebagai penduduk Athena. Meskipun dia orang yang berilmu,
tapi dia dalam memilih orang yang jadi istri bukan dari golongan orang
baik-baik dan pandai.
Masa Socrates bertepatan dengan masa kaum sofis. Karena itu pokok pembahasan filsafat Socrates hampir sama dengan pokok pembahasan kaum sofis. Sebab itu ada orang yang memasukkan Socrates kedalam golongan kaum sofis. Tetapi ini tidak benar adanya, karena ada perbedaan yang nyata antara pendapat Socrates dan pendapat kaum sofis itu. Tetapi dengan sekuat tenaga Socrates menentang ajaran para sofis. Ia membela yang benar dan yang baik sebagai nilai obyektif yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua orang. Dalam sejarah umat manusia, Socrates merupakan contoh istimewa dan selaku filosof yang jujur juga berani.
Ajaran bahwa semua kebenaran itu relatif telah menggoyahkan teori – teori sains yang telah mapan, mengguncangkan keyakinan agama. Ini menyebabkan kebingungan dan kekacauan dalam kehidupan. Inilah sebabnya Socrates harus bangkit.
Langkah selanjutnya untuk memahami aliran filsafat Socrates dibuatlah sebuah definisi. Dengan definisi itu Socrates dapat membuktikan kepada orang sofis bahwa pengetahuan yang umum ada, yaitu definisi itu. Suatu ketika Sokrates ingin membuat definisi mengenai kursi pertanyaanya adalah “Apakah kursi itu?” caranya adalah kita memeriksa seluruh kursi yang ada didunia ini. Kita menemukan kursi hakim ada tempat duduk dan sandaran, kakinya empat, dari bahan jati. Lihat kursi malas, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya dua, dari besi anti karat, begitulah seterusnya. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa setiap kursi itu selalu ada tempat duduk dan sandaran. Kedua ciri ini terdapat pada semua kursi. Sedangkan ciri yang lain tidak dimiliki semua kursi. Maka, semua orang akan sepakat bahwa kursi adalah tempat duduk yang bersandaran.
Orang sofis kalap, lalu menuduh Socrates merusak mental pemuda dan menolak Tuhan. Socrates diadili oleh hakim Athena. Ia dijatuhi hukuman mati. Seandainya Socrates memilih hukuman dibuang keluar kota, tentu hukuman itu diterima oleh hakim tersebut. Namun, Socrates tidak mau meninggalkan kota asalnya.
Satu bulan lamanya Socrates tinggal di dalam penjara, suatu ketika sambil bercakap-cakap dengan para sahabatnya, salah seorang diantara sahabatnya mengusulkan supaya Socrates melarikan diri, tetapi Socrates menolak. Dan pada waktu senja, dengan tenang Socrates meminum racun disaksikan dan dikelilingi oleh para sahabatnya. Sekalipun Socrates mati, ajarannya tersebar justru dengan cepat karena kematiannya itu. Orang mulai mempercayai adanya kebenaran umum.
Plato
dilahirkan di Atena pada tahun 427 S.M. dan meninggal disana pada tahun 347
S.M. dalam usia 80 tahun. Ia bercita-cita sejak muda untuk menjadi negarawan.
Tetapi perkem-bangan politik ketika itu tidak memberikan kesempatan padanya
untuk mengikuti jalan hidup yang diingininya itu.
Nama awalnya ialah Aristokles sedangkan Nama Plato diberikan oleh gurunya. Ia memperoleh nama itu berhubung dengan bahunya yang lebar. Sepadan dengan badannya yang tinggi dan tegap raut mukanya. Potongan tubuhnya serta parasnya yang bersesuaian khas dengan ciptaan klasik. Bagus dan harmoni meliputi seluruh perawakannya. Dalam tubuh yang besar dan sehat itu bersarang pula pikiran yang dalam dan menembus. Pandangan matanya menunjuk seolah-olah ia mau mengisi dunia yang lahir ini dengan cita-citanya. Pelajaran yang diperolehnya dimasa kecil, selain dari pelajaran umum ialah menggambar dan melukis disambung dengan belajar musik dan puisi.
Sebelum dewasa, ia sudah pandai membuat karangan yang bersajak. Plato juga mendapat didikan dari guru-guru filosofinya. Sayangnya, hanya ajaran Sokrates yang menarik hati Plato. Sejak berumur 20 tahun Plato mengikuti pelajaran Sokrates. Pelajaran itulah yang memberi kepuasan baginya. Pengaruh Sokrates makin hari makin mendalam padanya. Ia menjadi murid Sokrates yang setia. Sampai pada akhir hidupnya Sokrates tetap menjadi pujaannya. Sokrates digambarkannya sebagai juru bahasa isi hati rakyat di Atena yang tertindas karena kekuasaan yang saling berganti.
Plato mempunyai kedudukan yang istimewa sebagai seorang filosof. Ia pandai menyatukan puisi dan ilmu, seni dan filosofi. Pandangan yang dalam dan abstrak sekalipun dapat dilukiskannya dengan gaya bahasa yang indah.
Pemikiran yang dicetuskan Plato, Intisari dari pada filosofi Plato ialah pendapatnya tentang idea. Hal itu adalah suatu ajaran yang sangat sulit memahamkannya. Salah satu penyebabnya ialah karena idea selalu berkembang. Bermula idea itu dikemukakan sebagai teori logika. Kemudian meluas menjadi pandangan hidup, menjadi dasar umum bagi ilmu dan politik sosial dan mencakup pandangan agama. Berlakunya idea itu tidak bergantung kepada pandangan dan pendapat orang banyak. Idea timbul semata-mata karena kecerdasan berfikir. Pengertian (definisi) yang dicari dengan pikiran ialah idea. Idea pada hakikatnya sudah ada, tinggal mencarinya saja.
Buku-buku yang ditulisnya antara lain Apologie, Kriton, Ion, Protagoras, Laches, Politeia Buku I, Lysis, Charmides dan Euthyphron. Dalam seluruh dialog itu Plato berpegang pada pendirian gurunya Sokrates. Dalam buku-buku itu tidak terdapat buah pikiran Plato yang timbul kemudian yang menjadi corak filosofinya.
Tulisannya yang terkenal dari Plato dan tersohor sepanjang masa ialah Phaidros, Symposion, Phaidon dan Politeia Buku II-X. Ajaran tentang idea menjadi pokok pikiran Plato dan menjadi dasar bagi teori penge-tahuan, metafisika, fisika, psikologi, etik, politik, dan estetika.
Plato manusia yang sederhana. Tatkala seorang muridnya merayakan pernikahan, Plato yang sudah berumur 80 tahun datang pada malam perjamuan itu. Ia turut riang dan gembira. Setelah agak larut malam, ia mengundurkan diri. Dalam sudut rumah yang sepi, disana ia tertidur dan tidur untuk selama-lamanya dengan tiada bangkit lagi. Esok harinya seluruh Atena mengantarkannya ke kubur. Plato tidak pernah menikah dan tidak punya anak.
Setelah kematian Plato, banyak filosof yang menulis tentang dirinya. Diantaranya ada yang berpendapat “Plato pandai berbuat. Ia dapat belajar dan mengajar seperti Sokrates. Ia pandai mendidik pemuda yang ingin belajar. Ia mampu memikat hati dan perhatian murid serta sahabatnya. Murid dan sahabatnya begitu sayang kepadanya. Platopun sayang kepada mereka. Plato di mata muridnya adalah sahabat, guru dan penuntun.
Aristoteles
dilahirkan di kota Stagira, Macedonia 384 SM. Ayahnya seorang ahli fisika. Pada
umur 17 tahun Aristoteles pergi ke Athena belajar di Akademi Plato. Dia menetap
di sana selama 20 tahun hingga tak lama Plato meninggal dunia.
Hasil murni karya Aristoteles jumlahnya mencengangkan. Daftar kuno mencatat tidak kurang dari seratus tujuh puluh buku hasil ciptaannya. Bahkan bukan sekedar banyaknya jumlah judul buku saja yang mengagumkan, melainkan luas daya jangkauan peradaban yang menjadi bahan renungannya juga hebat. Aristoteles menulis tentang astronomi, zoologi, embryologi, geografi, geologi, fisika, anatomi, physiologi, dan hampir tiap karyanya dikenal di masa Yunani purba. Dia filosof orisinal. Dia juga menulis tentang etika dan metafisika, psikologi, ekonomi, teologi, politik, retorika, keindahan, pendidikan, puisi, adat-istiadat orang terbelakang dan konstitusi Athena.
Rahasia kesuksesannya berkat sifat logis dari cara berfikir Aristoteles yang memungkinkannya mampu mempersembahkan begitu banyak bidang ilmu. Dia punya bakat mengatur cara berfikir, merumuskan kaidah dan jenis-jenisnya yang kemudian jadi dasar berpikir di banyak bidang ilmu pengetahuan.
Aristoteles tak pernah kejeblos ke dalam rawa-rawa mistik ataupun ekstrim. Aristoteles senantiasa bersiteguh mengutarakan pendapat-pendapat praktis. Sudah barang tentu manusia namanya, dia juga pernah berbuat kesalahan.
Misalnya, dia mendukung perbudakan karena dianggapnya sejalan dengan garis hukum alam. Dan dia percaya kerendahan martabat wanita daripada laki-laki. Namun ke-dua ide ini tentu saja mencerminkan pandangan yang berlaku pada jaman itu.
Tetapi, tak kurang pula banyaknya buah pikiran Aristoteles yang mencengangkan, diantaranya Istilah-istilah ciptaan Aristoteles yang masih dipakai sampai sekarang seperti Informasi, relasi, energi, kuantitas, kualitas, individu, substansi, materi, esensi. Dia jugalah yang mengatakan bahwa manusia adalah “mahluk sosial”. Inilah orang pertama di dunia yang dapat membuktikan bahwa bumi bulat. Pembuktian yang dilakukannya dengan jalan melihat gerhana. Sepuluh jenis kata yang dikenal orang saat ini seperti kata kerja, kata benda, kata sifat dan sebagainya merupakan pembagian kata hasil pemikirannya.
Pada tahun 342 SM Aristoteles pulang kembali ke Macedonia, menjadi guru seorang anak raja umur 13 tahun yang kemudian dalam sejarah terkenal dengan Alexander Yang Agung. sesudah Alexander naik tahta kerajaan, Aristoteles kembali ke Athena dan membuka sekolahnya sendiri.
Selama Alexander Yang Agung memerintah, ia jarang meminta nasehat kepada Aristoteles, tetapi hubungan dengan Aristoteles tetap berjalan. Bahkan Alexander berbaik hati menyediakan dana buat Aristoteles untuk melakukan penyelidikan ilmiah. Mungkin ini merupakan contoh pertama dalam sejarah seorang ilmuwan menerima jumlah dana besar dari pemerintah untuk maksud-maksud penyelidikan dan sekaligus merupakan cikal bakal pendanaan dari pemerintah yang berlangsung sampai sekarang. Walau begitu, pertaliannya dengan Alexander mengandung berbagai bahaya. Aristoteles menolak secara prinsipil cara kediktatoran Alexander dan tatkala si penakluk Alexander menghukum mati sepupu Aristoteles dengan tuduhan menghianat. Alexanderpun punya pikiran untuk membunuh Aristoteles.
Sampai ketika Alexander meninggal tahun 323 SM. Ketika itu golongan anti-Macedonia memegang tampuk kekuasaan di Athena dan Aristoteles pun didakwa kurang ajar kepada dewa. Aristoteles takut di bunuh orang yunani yang membenci pengikut Alexander. Aristoteles akhirnya melarikan diri. Aristoteles, teringat nasib yang menimpa Socrates. Lantas ia lari meninggalkan kota sambil berkata “Aku tidak akan memberi kesempatan kedua kali kepada orang-orang Athena berbuat dosa terhadap para filosof”.
C. PERIODE HELENISME-YUNANI
Kita
mengkaji seputar sejarah filsafat Yunani, dari mulai Thales, Socrates sampai
Aristoteles. Sejarah filsafat Yunani
sebagaimana pertumbuhan hidup manusia. Masa kecilnya, menurut beliau, bermula
dengan tampilnya Thales ke muka, Thales melahirkan pandangan baru dalam alam
pikiran Yunani. Masa ini berlanjut sampai kepada Sokrates. Selanjutnya menuju
ke masa gagah dan bijaksana (muda) ialah masa filsafat klasik, yang puncaknya
terdapat pada masa Aristoteles. Sesudah masa Aristoteles berlalu, maka
selanjutnya adalah masa tua. Masa tua itu meliputi masa yang sangat lama
sekali, dari tahun 322 sebelum Masehi sampai tahun 529 setelah Masehi. Delapan
setengah abad lamanya, dari meninggalnya Aristoteles sampai ditutupnya sekolah
filsafat yang penghabisan oleh Kaisar Bizantin, Justinianus. Sesudah itu
filsafat Yunani kembali ke dalam sejarah.
Pasca Aristoteles, Filsafat Yunani mengalami penurunan yang
signifikan.Pengkajian
tentang filsafat tidak lagi semarak sebagaimana terjadi pada masa-masa
sebelumnya. Hal ini dikarenakan munculnya ilmu-ilmu spesial yang berkembang dan
berdiri sendiri. Seperti ilmu alam, gramatika, filologi, sejarah
kesusasteraan dan lain sebagainya. Keadaan seperti ini menyebabkan ilmu
filsafat tidak lagi menjadi prioritas utama. Di samping itu, dalam fase ini
filsafat juga telah menyimpang dari asas pokoknya, yaitu dari akal ke arah
mistik.
Peralihan filsafat Yunani menjadi filsafat Helen-Romawi disebabkan
terutama oleh seorang yang bernama Alexandros, murid Aristoteles. Tindakannya
yang imperialis menyatukan seluruh dunia Grik ke dalam satu
kerajaan Macedonia. Sesudah itu ia menaklukkan bangsa-bangsa di Asia Minor
dan mengembangkan kekuasaannya sampai ke India. Semuanya itu dijadikan
beberapa propinsi kerajaanMacedonia. Bahkan Imperium Persia, kekaisaran
terbesar yang pernah disaksikan dunia, diremukkan lewat tiga pertempuran.
Keadaan demikian menyebabkan filsafat Yunani bukan lagi murni
produk asli Yunani, tetapi telah terpengaruh oleh budaya bangsa lain. Adat
istiadat kuno bangsa Babilonia, beserta takhayul kuno mereka menjadi tak asing
lagi bagi pemikiran orang Yunani, demikian pula dualisme Zoroastrian dan
agama-agamaIndia, pun membaur dengan pemikiran Yunani. Dan pada akhirnya
melihat kawasan yang ditaklukkan semakin luas, akhirnya Alexandros
memberlakukan kebijakan yang menganjurkan pembauran secara damai antara bangsa
Yunani dengan bangsa lainnya.
Pada era ini, orang berpaling lagi kepada sistem metafisika yang
bercorak keagamaan. Dengan bersatunya beberapa bangsa yang dipimpin oleh
kerajaan Roma, telah merampas hak-hak bangsa lain yang ingin merdeka. Hal itu
menimbulkan lagi pandangan keagamaan, memupuk lagi hati manusia untuk hidup
beragama. Tindakan bala tentara Roma yang keras dan ganas dapat memperkuat rasa
kemanusiaan, dan dipupuk pula oleh berbagai macam agama lama, yaitu agama
Kristen dan Budha. Maka pada saat itu, ajaran filsafat dan ajaran agama
kembali berkontaminasi.
Menurut
Bertrand Russell, pengaruh agama dan non Yunani terhadap dunia Hellenistis pada
dasarnya buruk, meski tak sepenuhnya demikian. Hal ini semestinya tak perlu
terjadi. Kaum Yahudi, Persia, dan Buddhis semuanya memiliki agama yang jauh
lebih unggul daripada politeisme rakyat Yunani, dan bahkan bisa dipelajari oleh
para filosof terbaik dengan hasil yang bermanfaat. Sayangnya, adalah bangsa
Babilonia, atau Chaldea, yang menananamkan pengaruh paling mendalam terhadap
imajinasi bangsa Yunani. Maka masa Hellen-Romawi adalah suatu fase filsafat
yang tidak hanya didominasi oleh filsafat asli Yunani. Akan tetapi filsafat
pada fase ini bisa dikatakan sebagai filsafat Trans Nasional.
Filsafat
Yunani pada masa Hellen-Romawi dalam garis besarnya dapat dibagi dua :
1. PERIODE ETIK
Periode ini terdiri dari tiga sekolah filsafat, yaitu
Epikuros, Stoa dan Skeptis. Nama sekolah yang pertama diambil dari
kata pembangun sekolah itu sendiri, yaitu Epikuros. Adapun nama sekolah yang
kedua diambil dari kata”stoa” yang berarti ruang. Sedangkan nama skeptis diberikan karena
mereka kritis terhadap para filosof klasik sebelumnya. Ajarannya dibangun dari
berbagai ajaran lama, kemudian dipilih dan disatukan.
Untuk lebih jelasnya, dari ketiga macam sekolah tersebut,
pemakalah akan merincinya satu-persatu.
a) Epikuros
(341 SM)
Epikuros
dilahirkan di samos pada tahun 341 SM. Pada tahun 306 ia mulai belajar di Athena,
dan di sinilah ia meninggal pada tahun 270. Filsafat Epikuros diarahkan pada satu
tujuan belaka; memberikan jaminan kebahagiaan kepada manusia. Epikuros berbeda
dengan Aristoteles yang mengutamakan penyelidikan ilmiah, ia hanya
mempergunakan pengetahuan yang diperolehnya dan hasil penyelidikan ilmu yang
sudah ia kenal, sebagai alat untuk membebaskan manusia dari ketakutan
agama. Yaitu rasa takut terhadap dewa-dewa yang ditanam dalam hati manusia oleh
agama Grik lama. Menurut pendapatnya ketakutan kepada agama itulah yang menjadi
penghalang besar untuk memperoleh kesenangan hidup. Dari sini dapat diketahui
bahwa Epikuros adalah penganut paham Atheis.
Epikuros
adalah seorang filosof yang menginginkan arah filsafatnya untuk mencapai
kesenangan hidup. Oleh karena itu tidak heran jika filosof yang satu ini
menganut paham atheis. Hal ini semata-mata ia lakukan untuk mencapai
kebahagiaan yang sempurna, tanpa ada yang membatasi. Menurutnya filsafat dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu logika, fisika dan etik.
1) Logika. Epikuros
berpendapat bahwa logika harus melahirkan norma untuk pengetahuan dan kriteria
untuk kebenaran. Norma dan kriteria itu diperoleh dari pemandangan. Semua
yang kita pandang itu adalah benar. Baginya pandangan adalah kriteria yang
setinggi-tingginya untuk mencapai kebenaran. Logikanya tidak menerima kebenaran
sebagai hasil pemikiran. Kebenaran hanya dicapai dengan pemandangan dan
pengalaman.
2) Fisika. Teori
fisika yang ia ciptakan adalah untuk membebaskan manusia dari kepercayaan pada
dewa-dewa. Ia berpendapat bahwa dunia ini bukan dijadikan dan dikuasai
dewa-dewa, melainkan digerakkan oleh hukum-hukum fisika. Segala yang terjadi
disebabkan oleh sebab-sebab kausal dan mekanis. Tidak perlu dewa-dewa itu
diikutsertakan dalam hal peredaran alam ini. Manusia merdeka dan berkuasa
sendiri untuk menentukan nasibnya. Segala fatalisme berdasar kepada kepercayaan
yang keliru. Manusia sesudah mati tidak hidup lagi, dan hidup di dunia ini
terbatas pula lamanya, maka hidup itu adalah barang sementara yang tidak
ternilai harganya.
Oleh
sebab itu, menurutnya hidup adalah untuk mencari kesenangan. Dari pandangan
fisika yang dikemukakan Epikuros, sangat terlihat bahwa ia adalah penganut
paham atheisme. Teori-teori yang ia ciptakan adalah untuk menihilkan
peran Tuhan di dunia ini.
3) Etik. Ajaran
etik epikuros tidak terlepas dari teori fisika yang ia ciptakan. Pokok ajaran
etiknya adalah mencari kesenangan hidup. Kesenangan hidup ialah barang yang
paling tinggi nilainya. Kesenangan hidup berarti kesenangan badaniah dan
rohaniah. Badan terasa enak, jiwa terasa tentram. Yang paling penting dan mulia
menurutnya ialah kesenangan jiwa.
Dari
ketiga ajaran Epikuros, jika diaktualisasikan ke dalam agama Islam maka
akibatnya bisa fatal sekali. Seorang muslim akan menjadi atheis ketika
mengikuti ajaran Epikuros ini. Di sinilah bahaya filsafat jika kita telan
mentah-mentah tanpa ada proses penyaringan terlebih dahulu. Apalagi jika tidak
dilandasi dengan akidah yang kuat.
b) Stoa (340 SM)
Pendirinya
adalah Zeno dari Kition. Ia dilahirkan di Kition pada tahun 340 sebelum Masehi.
Awalnya ia hanyalah seorang saudagar yang suka berlayar. Suatu ketika kapalnya
pecah di tengah laut. Dirinya selamat, tapi hartanya habis tenggelam. Karena
itu entah mengapa ia berhenti berniaga dan tiba-tiba belajar filsafat. Ia
belajar kepada Kynia dan Megaria, dan akhirnya belajar pada
academia di bawah pimpinan Xenokrates, murid Plato yang terkenal.
Setelah
keluar ia mendirikan sekolah sendiri yang disebut Stoa. Nama itu diambil dari
ruangan sekolahnya yang penuh ukiran Ruang, dalam bahasa Grik ialah
“Stoa”. Tujuan utama dari ajaran Stoa adalah menyempurnakan moral manusia.
Dalam literatur lain disebutkan bahwa pokok ajaran etik Stoa adalah bagaimana
manusia hidup selaras dengan keselarasan dunia. Sehingga menurut mereka
kebajikan ialah akal budi yang lurus, yaitu akal budi yang sesuai dengan akal
budi dunia. Pada akhirnya akan mencapai citra idaman seorang bijaksana; hidup
sesuai dengan alam.
Ajarannya
tidak jauh beda dengan Epikuros yang terdiri dari tiga bagian, yaitu logika,
fisika dan etik.
1) Logika
: Menurut
kaum Stoa, logika maksudnya memperoleh kriteria tentang kebenaran. Dalam hal
ini, mereka memiliki kesamaan dengan Epikuros. Apa yang dipikirkan tak lain
dari yang telah diketahui pemandangan. Buah pikiran benar, apabila pemandangan
itu kena, yaitu memaksa kita membenarkannya. Pemandangan yang benar ialah suatu
pemandangan yang menggambarkan barang yang dipandang dengan terang dan tajam.
Sehingga orang yang memandang itu terpaksa membanarkan dan menerima isinya.
Apabila
kita memandang sesuatu barang, gambarannya tinggal dalam otak kita sebagai
ingatan. Jumlah ingatan yang banyak menjadi pengalaman. Kaum Stoa bertentangan
pendapatnya dengan Plato dan Aristoteles. Bagi Plato dan Aristoteles pengertian
itu mempunyai realita, ada pada dasarnya. Ingat misalnya ajaran Plato tentang
idea. Pengertian umum, seperti perkumpulan, kampung, binatang dan lain
sebagainya adalah suatu realita, benar adanya. Sedangkan menurut kaum Stoa,
pengetian umum itu tidak ada realitanya, semuanya itu adalah cetakan pikiran
yang subjektif untuk mudah menggolongkan barang-barang yang nyata.Hanya
barang-barang yang kelihatan yang mempunyai realita, nyata adanya. Seperti
orang laki-laki, orang perempuan, kuda putih, kucing hitam adalah suatu
realita.
Pendapat
kaum Stoa ini disebut dalam filsafat pendapat nominalisme, sebagai
lawan dari realisme.
2) Fisika : kaum
Stoa tidak saja memberi pelajaran tentang alam, tetapi juga meliputi
teologi. Zeno
sebagai pendiri Stoa, menyamakan Tuhan dengan dasar pembangun. Dasar pembangun
ialah api yang membangun sebagai satu bagian daripada alam. Tuhan itu menyebar
ke seluruh dunia sebagai nyawa, seperti api yang membangun menurut sesuatu
tujuan. Semua yang ada tak lain dari api dunia itu atau Tuhan dalam berbagai
macam bentuk.
Menurut
mereka dunia ini akan kiamat dan terjadi lagi berganti-ganti. Pada akhirnya
Tuhan menarik semuanya kembali padanya, oleh karena itu pada kebakaran dunia
yang hebat, itu semuanya menjadi api. Dari api Tuhan itu, terjadi kembali dunia
baru yang sampai kepada bagiannya yang sekecil-kecilnya serupa dengan dunia
yang kiamat dahulu.
3) Etik. Inti
dari filsafat Stoa adalah etiknya. Maksud etiknya itu ialah mencari dasar-dasar
umum untuk bertindak dan hidup yang tepat. Kemudian malaksanakan dasar-dasar
itu dalam penghidupan. Pelaksanaan tepat dari dasar-dasar itu ialah jalan untuk
mengatasi segala kesulitan dan memperoleh kesenangan dalam penghidupan. Kaum
Stoa juga berpendapat bahwa tujuan hidup yang tertinggi adalah memperoleh
“harta yang terbesar nilainya”, yaitu kesenangan hidup.Kemerdekaan moril
seseorang adalah dasar segala etik pada kaum Stoa.
d) Skeptis
Skeptis artinya ragu-ragu. Mereka ragu-ragu untuk menerima
ajaran-ajaran yang dari ahli-ahli filsafat sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa skeptisisme sebagai suatu filsafat bukanlah sekedar keragu-raguan,
melaiankan sesuatu yang bisa disebut keraguan dogmatis. Seorang ilmuwan
mengatakan, “saya kira masalahnya begini dan begitu, tetapi saya tidak yakin.”
Seorang yang memiliki keingintahuan intelektual berujar, “saya tidak tahu
bagaimana masalahnya, tetapi saya akan berusaha mengetahuinya.” Seorang
penganut Skeptis filosofis mengatakan, “tak seorang pun yang mengetahui, dan
tak seorang pun yang akan bisa mengetahui.” Ini merupakan unsur dogmatisme yang
menyebabkan sistem tersebut lemah. Kaum Skeptis, tentu saja, membantah bahwa
mereka secara dogmatis menekankan mustahilnya pengetahuan, namun bantahan
mereka tidak meyakinkan.
Di masa Helen-Romawi ada dua sekolah Skeptis. Kedua-duanya sama
pendiriannya, keduanya ragu-ragu tentang ajaran kaum klasik yang menyatakan
bahwa kebenaran dapat diketahui. Tetapi dalam hal apa yang dimaksud dengan
sikap ragu-ragu itu, kedua sekolah itu berbeda pahamnya. Sekolah
yang satu disebut kaum skeptis aliran Pyrrhon dari Elis. Pyrrhon
lahir pada tahun 360 SM dan meninggal pada tahun 270 SM. Sekolah yang kedua
disebut Skeptis Akademia, karena aliran ini lahir dalam Akademia yang
didirikan oleh Plato. Aliran ini lahir kira-kira seumur orang sesudah Plato meninggal. Untuk lebih lengkapnya, mari kita
tinjau satu-persatu.
1) Skeptis Pyrrhon
Skeptisisme
sebagai ajaran dari berbagai madzhab, dikemukakan pertama kali oleh Pyrrhon,
yang pernah menjadi seradu dalam pasukan Alexandros, dan pernah bertugas
bersama pasukan itu sampai ke India. Sampai
di India ia mempelajari mistik India. Tidak begitu mendalam,
tatapi cukup baginya untuk menentukan jalan pikirannya. Tatkala ia
kembali ke Elis, kota tempat ia lahir, didirikannya sekolah filsafat. Muridnya
cukup banyak. Ia sendiri tidak pernah menuliskan filsafatnya. Tatapi ajarannya
itu diketahui orang dari uraian-uraian para pengikutnya.
Menurut
Pyrrhon, kebenaran tidak dapat diduga. Kita harus sangsi terhadap sesuatu
yang dikatakan orang benar. Apa yang orang terima sebagai kebenaran, hanya
berdasarkan kepada kebiasaan yang diterima dari orang ke orang. Rupanya
saja “benar”. Karena itu orang harus sangsi terhadap hasil pikiran yang disebut
benar. Pikiran itu sendiri saling bertentangan. Hal ini cukup ternyata dalam
pengalaman.
Dari dua
ucapan yang bertentangan tentang sesuatu, mestilah satu yang benardan yang
lainnya salah. Dan untuk memutuskan mana yang benar dan mana yang salah
dalam pertentangan pendapat yang begitu banyak, perlulah ada suatu kriteria
tentang kebenaran. Kriteria itulah yang tidak ada. Oleh karena itu
kebenaran tidak dapat diketahui. Maka dari itu, menurut Pyrrhon, seorang cerdik
pandai hendaklah menguasai diri jangan memberi keputusan. Menjauhkan diri dari
sikap memutus adalah jalanyang ditunjukkan Pyrrhon untuk mencapai kesenangan
hidup.
2) Skeptis Akademia
Meskipun sekolah ini didirikan oleh Plato, tetapi generasinya
tidak lagi mengusung ajaran-ajaran Plato. Para pengikut Plato,
terutama di bawah pengaruh Arkesilaos lebih mengutamakan ajaran Plato
yang bersifat negatif. Ajaran Arkesilaos berpangkal kepada ajaran Plato yang
mengatakan bahwa dunia yang
kelihatan ini adalah gambaran saja dari yang asli, bahwa pengetahuan yang
didapat dari penglihatan dan pemandangan adalah bayangan pengetahuan, bukan
gambaran dari pengetahuan yang sebenarnya. Pengetahuan yang sebenarnya tidak
tercapai oleh manusia.
Arkesilaos dan para pengikutnya tidak sejauh kaum sketis Pyrrhon
menolak kemungkinan mencapai kebenaran. Mereka terutama menolak dogma-dogma
yang dikemukakan oleh kaum Epikuros dan kaum Stoa, bahwa segala pengetahuan berdasarkan pemandangan. Mereka tidak menolak sama
sekali kemungkinan untuk mencapai pengetahuan. Norma pengetahuan itu ialah
“kemungkinan”.
Kaum Skeptis aliran Arkesilaos berpendapat bahwa cita-cita orang
bijaksana ialah bebas dari berbuat salah. Kaum Epikuros dan Stoa mengatakan
bahwa memperoleh kebenaran yang sungguh-sungguh dengan membentuk dalam pikiran
hasil pandangan. Menurut Arkesilaos yang seperti itu tidak
mungkin. Kriteria daripada kebenaran tidak dapat diperoleh dari pikiran
manusia. Sedangkan pikiran berdasarkan kepada bayangan saja, barang-barang
yang dipikirkan itu pada dasarnya tidak dapat dikenal.
Ketika Arkesilaos talah meninggal, ajaran itu dihidupkan lagi oleh
Karneades. Ia mengatakan bahwa kriteria bagi kebenaran tidak ada. Pemandangan-pemandangan
tak pernah dapat membedakan dengan shahih pandangan yang benar dan pandangan
salah. Tetapi sekalipun kebenaran yang sebenarnya tidak dapat diketahui dan
pengetahuan yang shahih tidak dapat dicapai, orang tak perlu bersikap menolak
terus-menerus dan menjauhkan diri dari mempertimbangkan sesuatunya. Sebagai
pegangan dalam hidup sehari-hari dikemukakan oleh Karneades tiga tingkat “kemungkinan.” Pertama,
pemandangan itu mungkin benar. Kedua, kemungkinan itu tidak dapat dibantah.
Ketiga, kemungkinan itu tidak dapat dibantah dan telah ditinjau dari segala
sudut.
2. PERIODE RELIGI
Pada masa etik, agama itu dianggap sebagai sesuatu belenggu yang
menanam rasa takut dalam hati manusia. Karena itu agama dipandang sebagai suatu
penghalang untuk memperoleh kesenangan hidup. Dan tujuan filsafat menurut
Epikuros dan Stoa harus merintis jalan ke arah mencapai kesenangan hidup.
Didorong oleh perasaan dan keadaan bangsa Yunani dan bangsa
lainnya yang senantiasa merasa tertekan di bawah kekuasaan kerajaan Roma, maka
ajaran Etik tidak dapat memberikan jalan keluar. Kemudian perasaan agamalah
yang akhirnya muncul sesudah beberapa abad terpendam dapat mengobati jiwa yang
terluka. Mulai dari sinilah pandangan filsafat berbelok arah, dari otak turun
ke hati.
Keinginan
untuk mengabdi kepada Tuhan hidup kembali. Perasaan menyerah kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa memberikan kesenangan rohani. Perasaan bimbang hilang, cinta terikat
kepada Tuhan Yang Maha Tinggi.soal rasio tidal ada lagi, soal
irasionalisme-lah yang muncul kemudian. Dengan sendirinya, fakultas
filsafat berkembang ke jurusan mistik. Perasaan mistik tidak dapat dipupuk
dengan pikiran yang rasional, melainkan dengan jiwa yang murni. Pada periode
ini, ada tiga aliran yang berperan, yaitu aliran Neo-Pythagoras, aliran Philon,
aliran Plotinus atau Neo-Platonisme. Tetapi di sini kami hanya menjelaskan dua aliran saja, yaitu Neo Pythagoras dan Philon,
karena aliran Neo Platonisme akan dijelaskan oleh pemakalah selanjutnya.
a) Aliran Neo Pythagoras
Dinamakan Neo Pyithagoras karena ia berpangkal pada ajaran
Pyithagoras yang mendidik kebatinan dengan belajar menyucikan roh. Yang
mengajarkannya ialah mula-mula ialah Moderatus dan Gades, yang hidup dalam abad
pertama tahun masehi. Ajaran itu kemudian diteruskan oleh Nicomachos dari
Gerasa.
Untuk mendidik perasaan cinta dan mengabdi kepada Tuhan, orang
harus menghidupkan dalam perasaannya jarak yang jauh antara Tuhan dan manusia.
Makin besar jarak itu makin besar cinta kepada Tuhan. Dalam mistik ini, tajam
sekali dikemukakan perbedaan antara Tuhan dan manusia, Tuhan dan
barang. Bedanya Tuhan dan manusia digambarkan dalam mistik neo Pythagoras
sebagai perbedaan antara yang sebersih-bersihnya dengan yang bernoda. Yang
sebersih-bersihnya adalah Tuhan, yang bernoda ialah manusia.
Menurut mereka, Tuhan sendiri tidak membuat bumi ini. sebab
apabila Tuhan membuat bumi ini , berarti ia mempergunakan barang yang bernoda
sebagai bahannya. Dunia ini dibuat oleh pembantunya, yaitu Demiourgos. Kaum ini
percaya bahwa jiwa ini akan hidup selama-lamanya dan pindah-pindah dari
angkatan makhluk turun temurun. Kepercayaan inilah yang menjadi pangkal ajaran
mereka tentang inkarnasi.
b) Philon Alexandreia
Alexandria terletak di Mesir. Di sana bertemu
antara filsafat Yunani yang bersifat intelektualis dan rasionalis, dan
pandangan agama kaum Yahudi yang banyak mengandung mistik. Pencetusnya adalah
Philon. Ia hidup dari 25 SM, sampai 45 M. ia mencapai umur 70 tahun. Ia adalah
seorang pendeta Yahudi, karenanya filsafat yang dipelajarinya terpengaruh oleh
pandangan agama.
Yang menjadi pokok pandangan filsafatnya ialah hubungan manusia
dengan Tuhan. Baginya Tuhan itu Maha Tinggi tempatnya. Tuhan hanya dapat
diketahui oleh kata-kata-Nya yang terdapat dalam kitab suci, dari alam dan dari
sejarah. Tuhan sendiri tidak dapat diketahui oleh manusia dengan panca
inderanya.
Karena
Tuhan itu begitu tinggi kedudukannya, perlulah ada perantara yang menghubungkan
Tuhan dengan alam. Makhluk terutama yang terdekat dengan Tuhan ialah “Logos”. Logos
itu ialah sumber dari segala cita-cita yang sebagai pikiran Tuhan. Logos juga
beredar dalam dunia yang nyata sebagai penjelmaan dari akal Tuhan. Kewajiban
manusia yang pertama, menurut mereka, ialah mengasuh jiwa mendekati Tuhan.
Kesenangan hidup sebesar-besarnya adalah mengabdi kepada Tuhan. Tujuan
tertinggi ialah bersatu dengan Tuhan.
D. PERIODE ABAD PERTENGAHAN
Sejarah
filsafat Abad Pertengahan dimulai kira-kira pada abad ke-5 sampai awal abad
ke-17. Para sejarawan umumnya menentukan tahun 476, yakni masa berakhirnya
Kerajaan Romawi Barat yang berpusat di kota Roma dan munculnya Kerajaan Romawi
Timur yang kelak berpusat di Konstantinopel (sekarang Istambul), sebagai data
awal zaman Abad Pertengahan dan tahun 1492 (penemuan benua Amerika oleh
Columbus) sebagai data akhirnya.
Masa
ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat
Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada
Abad Pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran
filsafat Abad Pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan semua persoalan
selalu didasarkan atas dogma agama, sehingga corak pemikiran kefilsafatannya
bersifat teosentris.
Tuhan
mencipta alam semesta serta waktu dari keabadian, gagasan penciptaan tidak
bertentangan dengan alam abadi. Kitab suci mengajarkan bahwa alam semesta
berawal mula, tetapi filsafat tidak membuktikan hal itu, seperti halnya
filsafat juga tidak dapat membuktikan bahwa alam semesta tidak berawal mula.
Adapun
istilah Abad Pertengahan sendiri (yang baru muncul pada abad ke-17)
sesungguhnya hanya berfungsi membantu kita untuk memahami zaman ini sebagai
zaman peralihan (masa transisi) atau zaman tengah antara dua zaman penting
sesudah dan sebelumnya, yakni Zaman Kuno (Yunani dan Romawi) dan Zaman Modern
yang diawali dengan masa Renaissans pada abad ke-17.
Dengan
demikian, bentangan waktu seribu tahun sejarah filsafat Barat Kuno (Yunani dan
Romawi) yang sudah kita bahas dilanjutkan dengan masa seribu tahun sejarah
filsafat Abad Pertengahan yang akan kita bahas dalam makalah kami ini.
Periode
abad pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya.
Perbedaan ini terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama kristen pada
permulaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan agama. Zaman
pertengahan adalah zaman keemasan bagi kekristenan. Disinalah yang
menjadi persoalan nya, karena agama kristen itu mengajarkan bahwa wahyu
tuhanlah yang merupakan kebenaran sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan
yunani kuno mengatakan bahwa kebanaran dapat di capai oleh kemampuan akal.
Sejarah
filsafat abad pertengahan dibagi menjadi dua zaman atau periode, yakni periode
pratistik dan periode skolastik.
1. Patristik (100-700)
Patristik
berasal dari kata Latin Patres yang berarti bapa-bapa greja,
ialah ahli agama kristen pada abad permulaan agama kristen.[8]
Didunia
barat agama katolik mulai tersebar dengan ajaranya tentang tuhan, manusia dan
etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkanya maka mereka menggunakan
filsafat yunani dan memperkembangkanya lebih lanjut, khususnya menganai soal
soal tentang kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifat tuhan.
Yang terkenal Tertulianus (160-222), origenes (185-254), Agustinus
(354-430), yang sangat besar pengaruhnya (De Civitate Dei).
Pratistik
berasal dari kata latin prates yang berarti Bapa-Bapa Gereja,
ialah ahli agama Kristen pada abad permulaan agama Kristen. Zaman ini muncul
pada abad ke-2 sampai abad ke-7, dicirikan dengan usaha keras para Bapa Gereja
untuk mengartikulasikan, menata, dan memperkuat isi ajaran Kristen serta
membelanya dari serangan kaum kafir dan bid’ah kaum Gnosis. Bagi para Bapa
Gereja, ajaran Kristen adalah filsafat yang sejati dan wahyu sekaligus. Sikap
para Bapa Gereja terhadap filsafat yunani berkisar antara sikap menerima dan
sikap penolakan. Penganiayaan keji atas umat Kristen dan karangan-karangan yang
menyerang ajaran Kristen membuat para bapa gereja awal memberikan reaksi
pembelaan (apologia) atas iman Kristen dengan mempelajari serta
menggunakan paham-paham filosofis.
Akibatnya,
dalam perjalanan waktu, terjadilah reaksi timbal balik, kristenisasi helenisme
dan helenisasi kristianisme. Maksudnya, untuk menjelaskan dan membela ajaran
iman Kristen, para Bapa Gereja memakai filsafat Yunani sebagai sarana
(helenisme”di kristenkan”). Namun, dengan demikian, unsur-unsur pemikran
kebudayaan helenisme, terutama filsafat Yunani, bisa masuk dan berperan dalam
bidang ajaran iman Kristen dan ikut membentuknya (ajaran Kristen “di Yunanikan”
lewat gaya dan pola argumentasi filsafat yunani). Misalnya, Yustinus Martir
melihat “Nabi dan Martir” kristus dalam diri sokrates. Sebaliknya, bagi
Tertulianus (160-222), tidak ada hubungan antaraAthena (simbol filsafat) dan
Yerussalem (simbol teologi ajaran kristiani). Bagi Origenes (185-253) wahyu
ilahi adalah akhir dari filsafat manusiawi yang bisa salah. Menurutnya orang
hanya boleh mempercayai sesuatu sebagai kebenaran bila hal itu tidak menyimpang
dari trasdisi gereja dan ajaran para rasul. Pada abad ke-5, Augustinus
(354-430) tampil. Ajarannya yang kuat dipengaruhi neo-platonisme merupakan
sumber inspirasi bagi para pemikir abad pertengahan sesudah dirinya selama
sekitar 800 tahun.
Zaman
Patristik ini mengalami dua tahap:
a)
Permulaan agama Kristen. Setelah mengalami berbagai kesukaran terutama mengenai
filsafat Yunani maka agama Kristen memantapkan diri. Keluar memperkuat gereja
dan ke dalam menetapkan dogma-dogma.
b)
Filsafat Augustinus yang merupakan seorang ahli filsafat yang terkenal pada
masa patristik. Augustinus melihat dogma-dogma sebagai suatu keseluruhan.
Setelah
berakhirnya zaman sejarah filsafat Barat Kuno dengan ditutupnyaAkademia Plato
pada tahun 529 oleh Kaisar Justinianus, karangan-karangan peninggalan para Bapa
Gereja berhasil disimpan dan diwariskan di biara-biara yang , pada zaman itu
dan berates-ratus tahun sesudahnya, praktis menjadi pusat-pusat intelektual
berkat kemahiran para biarawan dalam membaca, menulis, dan menyalinnya ke dalam
bahasa Latin-Yunani serta tersedianya fasilitas perpustakaan.
2. Skolastik 800-1500 M
Zaman
Skolastik dimulai sejak abad ke-9. Kalau tokoh masa Patristik adalah
pribadi-pribadi yang lewat tulisannya memberikan bentuk pada pemikiran filsafat
dan teologi pada zamannya, para tokoh zaman Skolastik adalah para pelajar dari
lingkungan sekolah-kerajaan dan sekolah-katedral yang didirikan oleh Raja Karel
Agung (742-814) dan kelak juga dari lingkungan universitas dan ordo-ordo
biarawan.
Dengan
demikian, kata “skolastik” menunjuk kepada suatu periode di Abad Pertengahan
ketika banyak sekolah didirikan dan banyak pengajar ulung bermunculan. Namun,
dalam arti yang lebih khusus, kata “skolastik” menunjuk kepada suatu metode
tertentu, yakni “metode skolastik”.
Dengan
metode ini, berbagai masalah dan pertanyaan diuji secara tajam dan rasional,
ditentukan pro-contra-nya untuk kemudian ditemukan pemecahannya.
Tuntutan kemasukakalan dan pengkajian yang teliti dan kritis atas pengetahuan
yang diwariskan merupakan ciri filsafat Skolastik.
Sesudah
agustinus: keruntuhan. Satu-satunya pemukir yang tampil kemuka ialah: Skotus
Erigena (810-877). Kemudian: Skolastik, disebut demikian karena filsafat
diajarkan pada universitas-universitas (sekolah) pada waktu itu.
Persoalan-persoalan: tentang pengertian-pengertian umum (pengaruh plato).
Filsafat mengabdi pada theologi. Yang terkenal: Anselmus (1033-1100),
Abaelardus (1079-1142).[10] Periode ini terbagi menjadi tiga
tahap:[11]
a)
Periode Skolstik
awal (800-120)
Ditandai
dengan pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama
dan filsafat.[12] Ditandai oleh pembentukan metode
yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat. Yang tampak
pada permulaan ialah persoalan tentang universalia. Ajaran Agustinus dan
neo-Platonisme mempunyai pengaruh yang luas dan kuat dalam berbagai aliran
pemikiran.
Pada
periode ini, diupayakan misalnya, pembuktian adanya Tuhan berdasarkan rasio
murni, jadi tanpa berdasarkan Kitab Suci (Anselmus dan Canterbury).
Selanjutnya, logika Aristoteles diterapkan pada semua bidang pengkajian ilmu
pengetahuan dan “metode skolastik” dengan pro-contra mulai
berkembang (Petrus Abaelardus pada abad ke-11 atau ke-12). Problem yang hangat
didiskusikan pada masa ini adalah masalah universalia dengan konfrontasi
antara “Realisme” dan “Nominalisme” sebagai latar belakang problematisnya.
Selain itu, dalam abad ke-12, ada pemikiran teoretis mengenai filsafat alam,
sejarah dan bahasa, pengalaman mistik atas kebenaran religious pun mendapat
tempat.
Pengaruh
alam pemikiran dari Arab mempunyai peranan penting bagi perkembangan filsafat
selanjutnya. Pada tahun 800-1200, kebudayaan Islam berhasil memelihara warisan
karya-karya para filsuf dan ilmuwan zaman Yunani Kuno. Kaum intelektual dan
kalangan kerajaan Islam menerjemahkan karya-karya itu dari bahasa Yunani ke
dalam bahasa Arab. Maka, pada para pengikut Islam mendatangi Eropa (melalui
Spanyol dan pulau Sisilia) terjemahan karya-karya filsuf Yunani itu, terutama
karya-karya Aristoteles sampai ke dunia Barat. Dan salah seorang pemikir Islam
adalah Muhammad Ibn Rushd (1126-1198). Namun jauh sebelum Ibn Rushd, seorang
filsuf Islam bernama Ibn Sina (980-1037) berusaha membuat suatu sintesis antara
aliran neo-Platonisme dan Aristotelianisme.
Dengan
demikian, pada gilirannya nanti terbukalah kesempatan bagi para pemikir
kristiani Abad Pertengahan untuk mempelajari filsafat Yunani secara lebih
lengkap dan lebih menyeluruh daripada sebelumnya. Hal ini semakin
didukung dengan adanya biara-biara yang antara lain memeng berfungsi
menerjemahkan, menyalin, dan memelihara karya sastra.
b)
Periode puncak
perkembangan skolastik (abad ke-13)
Periode
puncak perkembangan skolastik : dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan
ahli filsafat Arab dan yahudi.[13] Filsafat Aristoteles memberikan
warna dominan pada alam pemikiran Abad Pertengahan. Aristoteles diakui sebagai
Sang Filsuf, gaya pemikiran Yunani semakin diterima, keluasan cakrawala
berpikir semakin ditantang lewat perselisihan dengan filsafat Arab dan Yahudi.
Universitas-universitas pertama didirikan di Bologna (1158), Paris (1170),
Oxford (1200), dan masih banyak lagi universitas yang mengikutinya. Pada abad
ke-13, dihasilkan suatu sintesis besar dari khazanah pemikiran kristiani dan
filsafat Yunani. Tokoh-tokohnya adalah Yohanes Fidanza (1221-1257), Albertus
Magnus (1206-1280), dan Thomas Aquinas (1225-1274). Hasil sintesis besar ini
dinamakan summa (keseluruhan).
c)
Periode Skolastik
lanjut atau akhir (abad ke-14-15)
Periode
skolastik Akhir abad ke 14-15 ditandai dengan pemikiran islam yang berkembang
kearah nominalisme ialah aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak
memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu
hal. Kepercayaan orang pada kemampuan rasio member jawaban atas
masalah-masalah iman mulai berkurang. Ada semacam keyakinan bahwa iman dan
pengetahuan tidak dapat disatukan. Rasio tidak dapat mempertanggungjawabkan
ajaran Gereja, hanya iman yang dapat menerimanya.
Salah
seorang yang berfikir kritis pada periode ini adalah Wiliam dari Ockham
(1285-1349). Anggota ordo Fransiskan ini mempertajam dan menghangatkan kembali
persoalan mengenai nominalisme yang dulu pernah didiskusikan. Selanjutnya, pada
akhir periode ini, muncul seorang pemikir dari daerah yang sekarang masuk
wilayah Jerman, Nicolaus Cusanus (1401-1464). Ia menampilkan “pengetahuan
mengenai ketidaktahuan” ala Sokrates dalam pemikiran kritisnya:”Aku tahu bahwa
segala sesuatu yang dapat ku ketahui bukanlah Tuhan”. Pemikir yang memiliki
minat besar pada kebudayaan Yunani-Romawi Kuno ini adalah orang yang mengatur
kita memasuki zaman baru, yakni zaman Modern, yakni zaman Modern yang diawali
oleh zaman Renaissans, zaman “kelahiran kembali” kebudayaan Yunani-Romawi di
Eropa mulai abad ke-16.
Baru
sesudah tahun 1200 filsafat berkembang kembali berkat pengaruh filsafat araab
yang diteruskan ke Eropa.
3. Filsafat arab
Berkat
pengaruh Helenisme (iskandar), filsafat yunani hidup terusdi Siria,
diperkembangkan lebih lanjut oleh filusuf-filusuf Arab, kemudian
diteruskan ke Eropa melalui sepanyol.
a) Alkindi
(800-870) satu-satunya orang arab asli. Corak filsafatnya ialahpemikiran
kembali dari ciptaan Yunani (menterjemahkan 260 buku Yunani) dalam bentuk bebas
dengan refleksinya dengan iman islam
b) Alfarabi
(872-950), filusuf muslim dalam pangkal filsafatnya dari Plotinus.
c) Al-Ghazali
(1059-1111) filusuf besar islam yang mengarang Ihya Ulumuddin, di Spanyol
d) Ibnu
sina (avicena)(980-1037) yang besar pengaruhnya terhadap filsafat barat, sejak
usia 10 tahun sudah hafal Al-Qur’an.
e) Ibnu
Bajjah (1138), penafsiran karya fisik dan metafisik Aristoteles.
f) Ibnu
Rushd (Averros) (1126-1198) yang disebut jiga penafsir Arostoteles dan yang
sangat berpengaruh terhadap aliran-aliran di Eropa, jiga seorang filusuf besar
Muslim.
g) Avencebrol
(ibnu Gebol) (1020-1070)
h) Main
monides (moses bin maimon) (1135-1204)
4. Zaman Keemasan
Perkembangan
baru karena adanya universitas-universitas (paris), karangan karangan
Aristoteles mulai dikenal umum melalui filusuf-filusuf arab dan Yunani.
a) Pengikut-pengikut
Agustinus : sigerbonafenturant
b) Pengikut-pengikut
ibn Rushd: Siger dari Barabant (1235-1281).
c) Pengikut-pengikut
Aristoteles : Albertus Magnus (1206-1280), dan muridnya; Thomas Aquinas
(1225-1274), yang berhasil menemukan sintesis antara Aristoteles—Plato—
Agustinus dan skolastik.
Perbedaan
agama dan filsafat dan sintesisnya, pemecahan soal-soal besar tentang
pengetahuan, tentang “ada” dan dasarnya tentang etika. Pengaruhnya sampai
sekarang masih sangat kuat.
Disamping
aliran-aliran ini terdapat juga ;
1) Aliran
Neo-platonis: Roger Bacon (1210-1292).
2) Aliran
empirisme (pengaruh Aristoteles), yang membela kaidah ilmu pasti dalam ilmu
pengetahuan dan penyelidikan berdasarkan eksperimen-eksperimen.
3) Duns-Scotus
(1270-1308) pembahasan yang tajam, perimtis jalan bagi filsafat abad ke XIV,
positivitas (hanya apa yang kongkrit yang dapat dilihat dan yang dapat diraba
dan dapat dimengerti) dan voluntaristis (lebih mementingkan kehendak dari pada
pikiran)
4) W.
Ockham (1550) yang meneruskan ajaran Scotus: tentang pengetahuan:
konseptualitas (lihat logika: pengertian-pengertian umum tidak “benar” sesuai
dengan kenyataan)
5. Zaman Peralihan: 1400-1550
Renaissence,
perkambangan humanisme, pertentangan besar antara tradisi dan kemajuan.
Perkembangan baru dari sistem-sistem lama (Plato—Aristoteles, Stoa) dan usaha
mencari sintesis sintesis baru. Persoalan yang terbesar ialah hubungan antara
ilmu pengetahuan dan Agama.
Corak filsafat setiap periode
Periode
pertama:
1.
Masih berkisar di pemikiran-pemikiran tentang
alam/filsafat alam.
2.
Lebih mengedepankan hasil pengamatan sendiri tanpa
dialog dengan oranglain.
3.
Hasil pemikirannya Tidak terlalu di promosikan kepada
orang lain.
periode
kedua:
1.
Lebih banyak banyak menggunakan metode dialog daripada
berpikir sendiri.
2.
Mulai berkembang cabang ilmu filsafat seperti:
kedokteran,politik.
3.
Ditemukannya metode berpikir induksi dan definisi umum.
4.
Mulai banyak dituliskan h
5.
Mulai didirikannya sekolah-sekolah.
Periode ketiga:
Pola fikir
filsafat helenisme Yunani pasca Aristoteles. Diantaranya : Epikuros, Stoa, dan Skeptis
dari periode etik. Kemudian ada juga Neo Pythagoras, Philon dan Plotinus
dari periode religi. Berikut
penjelasannya secara ringkas.
· Epikuros: Ia
adalah filosof yang memuja kesenangan hidup, ia menafikan dan menihilkan peran
Tuhan di dunia. Menurutnya Tuhan hanya menjadi penghalang untuk menikmati
kesenangan hidup di dunia. Karena itu, Epikuros adalah salah satu filosof yang
beraliran atheis.
· Stoa: Tujuan
utama dari ajaran Stoa adalah menyempurnakan moral manusia. Kriterianya tentang
kebenaran relatif sama dengan Epikuros yang mengatakan bahwa pemandangan adalah
kriteria setinggi-tingginya untuk mencapai kebenaran.
· Skeptis: Mereka
adalah madzhab filsafat yang ragu-ragu terhadap ajaran-ajaran klasik. Menurut
mereka, kebenaran tidak dapat diduga. Dan untuk memutuskan mana yang benar dan
mana yang salah dalam pertentangan pendapat yang begitu banyak, perlulah ada
suatu kriteria tentang kebenaran. Kriteria
itulah yang tidak ada.
· Aliran Neo Phytagoras: Ajarannya
berpangkal pada Pythagoras yang mendidik kebatinan dengan belajar menyucikan
roh. Mereka juga meyakini bahwa jiwa ini akan hidup selama-lamanya dan
pindah-pindah dari angkatan makhluk turun temurun. Kepercayaan inilah yang
disebut dengan rinkarnasi.
· Aliran Philon Alexandreia: Ia
adalah seorang pendeta Yahudi, karenanya filsafat yang dipelajarinya
terpengaruh oleh pandangan agama. Yang menjadi pokok pandangan filsafatnya
ialah hubungan manusia dengan Tuhan.
· Dalam Konteks Filsafat : Filsafat
bergerak semakin dekat kearah ‘keselamatan’ dan ketenangan jiwa. Filsafat
juga harus membebaskan manusia dari pesimisme dan rasa takut akan
kematian. Dengan
demikian batasan antara agama dan filsafat lambat laun hilang. Secara
umum, filsafat Helenisme tidak begitu orisinal. Tidak ada Plato baru atau
Aristoteles baru yang muncul di panggung. Sebaliknya, ketiga filsuf besar itu
menjadi sumber ilham bagi sejumlah aliran filsafat.
· Dalam
Konteks Ilmu Pengetahuan : Ilmu pengetahuan Helenistik pun terpengaruh oleh
campuran pengetahuan dari berbagai kebudayaan. Kota Alexandria memainkan
peranan penting di sini sebagai tempat pertemuan antara Timur dan Barat.
Sementara Athena tetap merupakan pusat filsafat yang masih menjalankan
ajaran-ajaran filsafat Plato dan Aristoteles, Alexandaria menjadi pusat ilmu
pengetahuan. Dengan perpustakaannya yang sangat besar, kota itu menjadi pusat
matematika, astronomi, biologi, dan ilmu pengobatan.
· Dalam
Konteks Agama: Ciri umum pembentukan agama baru sepanjang periode
Helenisme adalah muatan ajaran mengenai bagaimana umat manusia dapat terlepas
dari kematian. Ajaran ini sering kali merupakan rahasia. Dengan menerima ajaran
dan menjalankan ritual-ritual tertentu, orang yang percaya dapat mengharapkan
keabadian jiwa dan kehidupan yang kekal. Suatu wawasan menyangkut hakikat
sejati alam semesta dapat menjadi sama pentingnya dengan upacara agama untuk
mendapatkan keselamatan.
Periode keempat:
Filsafat
Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan
filsafat.[5] Dilihat secara menyeluruh, filsafat
Abad Pertengahan memang merupakan filsafat Kristiani. Para pemikir zaman ini
hampir semuanyaklerus, yakni golongan rohaniwan atau biarawan dalam
Gereja Katolik (misalnya uskup, imam, pimpinan biara, rahib), minat dan
perhatian mereka tercurah pada ajaran agama kristiani.
Akan
tetapi, orang akan sungguh-sungguh salah paham jika memandang filsafat Abad
Pertengahan semata-mata sebagai filsafat yang melulu berisi dogma atau anjuran
resmi Gereja. Sebab, sebagaimana nanti akan kita lihat, tema yang selalu muncul
dalam sejarah filsafat Abad Pertengahan adalah hubungan antara iman yang
berdasarkan wahyu Allah sebagaimana termaktub dalam kitab suci dan pengetahuan
yang berdasarkan kemampuan rasio manusia. Dan, dalam hal ini, tidak semua
pemikir abad pertengahan mempunyai jawaban yang akur.
Adanya
beragai macam aliran pemikiran yang mengkaji tema tersebut menunjukkan bahwa
para pemikir pada zaman itu ternyata bisa berargumentasi secara bebas dan
mandiri sesuai dengan keyakinannya. Kendati tidak jarang mereka, karena
ajarannya, harus berurusan dan bentrok dengan para pejabat gereja sebagai
otoritas yang kokoh dan terkadang angkuh pada masa itu. Oleh karena itu,
kiranya dapat dikatakan bahwa filsafat abad pertengahan adalah suatu filsafat
agama dengan agama kristiani sebagai basisnya.
Periode
abad pertengahan mempunyai perbedaan yang menyolok dengan abad sebelumnya.
Perbedaan itu terutama terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama Kristen
yang diajarkan oleh nabi isa pada permualaan abad masehi membawa perubahan
besar terhadap kepercayaan keagamaan.
Agama
Kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah
yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pendangan yunani
kuno yang mengatakan bahwa kebanaran dapat dicapai oleh kemampuan akal. Mereka
belum mengenal adanya wahyu.
Mengenai sikap terhadap pemikiran
Yunani ada dua:
1. Golongan yang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena
pemikiran Yunani merupakan pemikiran orang kafir karena tidak mengakui wahyu.
2. Menerima filsafat yunani yang mengatakan bahwa karena
manusia itu ciptaan Tuhan maka kebijaksanaan manusia berarti pula kebijaksanaan
yang datangnya dari Tuhan. Mungkin akal tidak dapat mencapai kebanaran yang
sejati. Oleh karena itu, akal dapat dibantu oleh wahyu.
C. Kesimpulan
Zaman
pertengahan ialah zaman dimana Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan
adanya hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat. Dilihat secara
menyeluruh, filsafat Abad Pertengahan memang merupakan filsafat Kristiani. Para
pemikir zaman ini hampir semuanya klerus, yakni golongan
rohaniwan atau biarawan dalam Gereja Katolik (misalnya uskup, imam, pimpinan
biara, rahib), minat dan perhatian mereka tercurah pada ajaran agama kristiani.
Sejarah
filsafat abad pertengahan dibagi menjadi dua zaman atau periode, yakni periode
pratistik dan periode skolastik .
DAFTAR PUSTAKA
Mustansyir,
Rizal. (2009). Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Offset
Salam,
Burhanuddin. (1995). Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara
Surajiyo.
(2005). Ilmu filsafat suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara
Muzairi.
(2009). Filsafat Umum. Yogyakarta: Teras
Petrus,
Simon. (2004). Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius
Tafsir,
Ahmad. (2010). Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Suriasumantri,
jujun S. (2009). Filsafat Ilmu sebuah pengantar populer. Jakarta:
Pustaka Sinar
Harapan
No comments:
Post a Comment